Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Anak Putus Sekolah

Putus sekolah adalah kondisi anak yang tidak dapat menyelesaikan program belajarnya dari suatu lembaga pendidikan (SD, SMP, atau SMA), sebelum waktu yang telah ditentukan atau sebelum dinyatakan lulus dan mendapat ijazah dari sekolah. Putus sekolah bisa disebabkan oleh banyak faktor, namun yang paling umum adalah kondisi ekonomi keluarga yang tidak memadai.

Anak Putus Sekolah

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), pengertian putus sekolah adalah siswa yang belum sampai tamat sekolahnya sudah berhenti. Anak putus sekolah merupakan suatu kondisi anak yang tidak bisa melanjutkan sekolah formal-nya mulai pada tingkat dasar, lanjut dan seterusnya karena adanya faktor yang menghambat.

Pengertian lain menyebutkan bahwa putus sekolah adalah anak yang berusia 15 sampai dengan 18 tahun yang gagal sebelum menyelesaikan sekolahnya tidak memiliki ijazah atau surat tanda tamat belajar. Anak putus sekolah adalah keadaan dimana anak mengalami keter-lantaran karena sikap dan perlakuan orangtua yang tidak memberikan perhatian yang layak terhadap proses tumbuh kembang anak tanpa memperhatikan hak-hak anak untuk mendapatkan perhatian yang layak.

Pengertian Putus Sekolah 

Berikut definisi dan pengertian putus sekolah dari beberapa sumber buku dan referensi: 

  • Menurut Imron (2014), putus sekolah adalah siswa yang dinyatakan telah keluar dari sekolah yang bersangkutan sebelum waktu yang telah ditentukan atau sebelum dinyatakan lulus dan mendapat ijazah dari sekolah. 
  • Menurut Ary (2011), putus sekolah adalah predikat yang diberikan kepada mantan peserta didik yang tidak mampu menyelesaikan suatu jenjang pendidikan, sehingga tidak dapat melanjutkan studinya ke jenjang pendidikan berikutnya. 
  • Menurut Trismansyah (1998), putus sekolah adalah kondisi anak yang mengalami kegagalan dalam mengikuti pendidikan di sekolah. Sehingga anak berhenti sekolah sebelum waktunya. Anak putus sekolah merupakan anak yang sudah terdaftar di sekolah SD, SMP, SMA namun belum mengelesaikan sekolahnya. 
  • Menurut Nasir (1999), putus sekolah adalah murid yang tidak dapat menyelesaikan program belajarnya sebelum waktunya selesai atau murid yang tidak tamat menyelesaikan program belajarnya. 
  • Menurut Musfiqon (2007), putus sekolah adalah proses berhentinya siswa secara terpaksa dari suatu lembaga pendidikan tempat dia belajar. Artinya adalah terlantar-nya anak dari sebuah lembaga pendidikan formal, yang disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya kondisi ekonomi keluarga yang tidak memadai.

Karakteristik Anak Putus Sekolah 

Anak putus sekolah adalah keadaan dimana anak mengalami keter-lantaran karena sikap dan perlakuan orang tua yang tidak memberikan perhatian yang layak terhadap proses tumbuh kembang anak tanpa memperhatikan hak-hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Menurut Suyanto (2010), beberapa karakteristik anak putus sekolah adalah sebagai berikut: 

  1. Siswa yang putus sekolah bila berada di lingkungan kelas, siswa tersebut tidak tertib dalam mengikuti kegiatan pembelajaran di kelas. Siswa yang putus sekolah terkesan hanya mengikuti kewajiban saja untuk masuk di kelas, namun dalam kenyataannya siswa tersebut tidak mempunyai usaha dari dirinya untuk mencerna pelajaran dengan baik. 
  2. Siswa yang putus sekolah biasanya dipengaruhi oleh lingkungan dalam diri siswa dan juga di luar diri siswa tersebut, misalnya pengaruh prestasi belajar yang buruk di setiap semester, pengaruh keluarga yang kurang harmonis atau kurang afeksi (kasih sayang), dan hal yang paling bisa terjadi adalah karena pengaruh dari teman sebaya yang kebanyakan adalah siswa yang putus sekolah dan juga selalu tertinggal dalam kegiatan belajar di sekolah. 
  3. Kurang dan minimnya proteksi yang ada di dalam lingkungan rumah siswa tersebut. Hal ini dapat diwujudkan dalam kegiatan belajar belajar di rumah yang kurang tertib, tidak disiplin, selain itu kedisiplinan yang kurang dicontohkan dari orangtua. 
  4. Perhatian yang kurang dalam hal pelajaran yang dialami oleh siswa ketika siswa berada di sekolah, misalnya penemuan kesulitan belajar siswa yang tidak direspon oleh orangtua. 
  5. Kegiatan diluar rumah yang meningkat sangat tinggi jika dibandingkan dengan belajar di rumah. Misalnya siswa yang lebih dominan bermain dengan lingkungan di luar rumah dibandingkan menghabiskan waktu dengan keluarga. 
  6. Kebanyakan mereka yang putus sekolah adalah siswa yang di latar-belakangi dari keluarga ekonomi yang lemah, dan dari keluarga yang tidak teratur.

Faktor Penyebab Anak Putus Sekolah 

Terdapat banyak faktor yang melatarbelakangi anak putus sekolah. Menurut Suyanto (2010), beberapa faktor yang menyebabkan anak putus sekolah antara lain yaitu sebagai berikut: 

  1. Sistem yang digunakan oleh sekolah tersebut. Biasanya sekolah-sekolah pada umumnya akan menggunakan sistem maju secara berkelanjutan atau maju secara otomatis, namun jika sekolah tersebut menggunakan sistem tidak naik kelas, maka bisa dimungkinkan akan lebih banyak siswa yang putus sekolah akibat malu dikarenakan akan bertemu dengan adik kelasnya di semester berikutnya. 
  2. Berhubungan langsung dengan kemampuan dan usaha dari siswa tersebut. Bisa dikatakan bahwa siswa yang mempunyai semangat belajar yang tinggi akan mempengaruhi prestasi yang akan didapatkan, sedangkan siswa yang mempunyai daya tarik yang lemah terhadap belajar, maka dimungkinkan prestasi belajarnya juga akan kurang. Oleh karena itu siswa dengan faktor yang kurang seperti ini mempunyai peluang untuk putus sekolah lebih tinggi.

Adapun menurut Imron (2014), faktor-faktor yang menjadi sebab anak putus sekolah adalah sebagai berikut: 

  1. Orangtua yang tidak mempunyai biaya untuk sekolah putra/putrinya. Hal ini sering ditemui bagi orangtua yang ada di daerah pedesaan dan masyarakat yang hidup dalam kantong-kantong kemiskinan. 
  2. Karena sakit yang diderita yang tidak akan tahu kapan sembuh-nya. Sakit yang diderita siswa tersebut yang terlalu lama menyebabkan siswa merasa tertinggal banyak mata pelajaran yang diajarkan oleh guru di sekolah, maka keputusan yang dipilih siswa tersebut memilih untuk tidak sekolah melihat teman-teman sebayanya yang sudah hampir menyelesaikan sekolah. 
  3. Siswa yang terpaksa untuk bekerja demi menyambung hidup keluarga. Keter-paksaan siswa untuk bekerja dalam hal ini menyebabkan siswa tidak fokus pada sekolah saja, melainkan harus bercabang untuk sekolah dan bekerja. Alhasil yang didapatkan adalah kelelahan fisik yang didapatkan siswa dikarenakan untuk bekerja dan tidak dapat dibagi dengan kegiatan sekolah, hal ini menjadikan pada saat di sekolah siswa menjadi tidak konsentrasi dan lelah. 
  4. Karena di droup-out dari sekolah yang bersangkutan. Hal ini dikarenakan sekolah merasa tidak mampu untuk mendidik siswa tersebut dikarenakan beberapa hal, yaitu karena siswa tersebut mempunyai kemampuan berpikir yang rendah, atau bisa jadi karena siswa yang bersangkutan tidak punya lagi gairah untuk sekolah dan belajar. 
  5. Faktor yang berasal dari siswa itu sendiri, yaitu keinginan siswa itu sendiri yang ingin putus sekolah atau tidak ingin melanjutkan sekolah ke tingkat berikutnya.

Penanggulangan Anak Putus Sekolah 

Pendidikan dasar wajib 9 tahun merupakan program pemerintah untuk menanggulangi terjadinya anak putus sekolah. Menurut Purba (2005), beberapa program yang telah dilakukan untuk menanggulangi terjadinya anak putus sekolah antara lain yaitu sebagai berikut:

a. Sistem Paket 

Sistem paket sebagaimana dimaksud adalah anak didik putus sekolah Diikutkan dalam program Kelompok Belajar yang mana Paket A bagi mereka yang tidak tamat SD dan B untuk yang belum tamat SMP. Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) juga menyediakan pendidikan alternatif untuk mereka yang kurang beruntung tersebut. Namanya, pendidikan kesetaraan. Pendidikan kesetaraan itu ditujukan untuk menunjang penuntasan wajar dikdas sembilan tahun serta memperluas akses pendidikan menengah yang menekankan pada keterampilan fungsional dan kepribadian profesional.

Pendidikan kesetaraan menjadi salah satu program pada jalur pendidikan non-formal yang mengadakan pendidikan umum setara SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA melalui program Paket A, Paket B, dan Paket C. Di lapangan, program tersebut sering mengombinasikan pendidikan aksara dan pembekalan keterampilan. Untuk Paket A, pesertanya dibekali keterampilan dasar untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sedangkan Paket B bertujuan memberikan bekal keterampilan untuk memenuhi tuntutan dunia kerja. Adapun keterampilan untuk berwiraswasta diberikan untuk peserta program Paket C. Disebutkan bahwa setiap orang yang lulus ujian kesetaraan Paket A, Paket B, atau Paket C memiliki hak eligibilitas yang sama dan setara dengan pemegang ijazah SD/MI, SMP/MTs dan SMA/MA untuk dapat mendaftar pada satuan pendidikan yang lebih tinggi Garansi dari Mendiknas itu terbukti manjur.

b. SMP Terbuka 

SMP Terbuka merupakan sekolah formal yang berinduk pada SMP regular yang terdekat baik negeri maupun swasta yang memenuhi syarat dengan bentuk pendidikan terbuka dan pendidikan jarak jauh. SMP Terbuka menitik beratkan pada belajar secara mandiri dan tetap ada kegiatan tatap muka tetapi terbatas. Konsepnya, proses pembelajaran tidak terikat tempat dan waktu. SMP Terbuka adalah salah satu subsistem pendidikan jalur sekolah yang menggunakan prinsip belajar secara mandiri, yaitu belajar dengan bantuan seminimal mungkin dari orang lain. Pada SMP Terbuka waktu dan tempat belajar lebih terbuka dan fleksibel disesuaikan dengan kondisi siswa. Wilayah Indonesia yang sangat luas dengan berbagai kondisi geografis yang sulit, kondisi ekonomi sebagian masyarakat yang masih lemah, dan berbagai faktor lainnya yang berakibat pada terbatasnya layanan pendidikan bagi anak-anak usia 13 - 18 tahun. Melalui SMP Terbuka ini, mereka dapat memperoleh layanan pendidikan yang diperlukan.

SMP Terbuka bertujuan memberikan kesempatan belajar yang lebih luas kepada anak-anak lulusan SD atau sederajat yang berniat melanjutkan, tetapi tidak dapat mengikuti pendidikan di SMP Reguler karena kondisi sosial ekonomi dan atau geografi. SMP Terbuka terdiri dari satu atau lebih Tempat Kegiatan Belajar (TKB) dan dalam operasionalnya menginduk pada SMP Negeri. TKB yang dikelola langsung oleh SMP Induk disebut TKB reguler, sedangkan TKB yang dikelola oleh masyarakat yang peduli terhadap pendidikan disebut TKB Mandiri (TKBM). Dengan konsep belajar mandiri siswa tidak harus setiap hari belajar di SMP Induknya, selama 3 atau 4 atau 5 hari mereka belajar di TKB masing-masing. Sedangkan 3 atau 2 atau 1 hari mereka belajar di SMP Induknya. Waktu belajar mereka lebih fleksibel dan disesuaikan dengan kondisi siswa, biasanya dilakukan pada siang hingga sore hari karena pada umumnya siswa bekerja membantu orang tua pada pagi harinya.

Daftar Pustaka

  • Depdiknas. 2008. Kamus besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka.
  • Imron, Ali. 2014. Manajemen Peserta Didik Berbasis Sekolah. Malang: Deparmen Pendidikan Nasional.
  • Ary, Gunawan. 2011. Sosiologi Pendidikan: Suatu Analisis Sosiologi tentang Pelbagai Problem Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
  • Nasir, S.A. 1999. Peranan Pendidikan Agama terhadap Pemecahan Problem Remaja. Jakarta: Kalam Mulia.
  • Trismansyah. 1998. Anak Putus Sekolah dan Permasalahanya. Jakarta: Percetakan Rosda Karya.
  • Musfiqon. 2012. Pengembangan Media dan Sumber Pembelajaran. Jakarta: Prestasi Pustakarya.
  • Suyanto, Bagong. 2010. Masalah Sosial Siswa. Jakarta: Kencana.
  • Purba, Jonny. 2005. Pengelolaan Lingkungan Sosial. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

PERHATIAN
Jika ingin mengcopy-paste referensi dari KajianPustaka.com, mohon untuk menambahkan sumber rujukan di daftar pustaka dengan format berikut:
Riadi, Muchlisin. (). Anak Putus Sekolah. Diakses pada , dari https://www.kajianpustaka.com/2022/11/anak-putus-sekolah.html