Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Bisnis / Perusahaan Keluarga (Family Business)

Perusahaan atau bisnis keluarga (family business) adalah sebuah bisnis atau perusahaan yang dikendalikan oleh dua atau lebih anggota keluarga, yang mempunyai hubungan darah maupun terikat perkawinan pendiri atau pemilik bisnis, dengan mengharapkan kepemimpinan dan kontrol perusahaan dilakukan oleh generasi keluarga berikutnya. Perusahaan keluarga ditandai dengan adanya kepemilikan dari dua atau lebih anggota keluarga atas jumlah saham minimal 51% atau lebih, anggota keluarga yang dipekerjakan dalam perusahaan bermaksud untuk meneruskan bisnis tersebut di masa yang akan datang.

Bisnis / Perusahaan Keluarga (Family Business)

Perusahaan keluarga (family firms) atau bisnis keluarga (family business) memiliki pengertian yang sama, dimana kepemilikan, manajemen dan struktur pengendalian, serta peralihan antar generasi dilakukan atas perusahaan dengan proporsi kepemilikan di atas 50%. Sebuah organisasi dikatakan sebagai perusahaan keluarga apabila paling sedikit ada keterlibatan dua generasi dalam keluarga itu dan mereka mempengaruhi kebijakan perusahaan.

Perusahaan keluarga merupakan sebuah bisnis yang dikuasai atau dijalankan dengan keinginan untuk membentuk dan mewujudkan visi bisnis yang didominasi oleh anggota keluarga dari satu keluarga yang sama atau dari beberapa keluarga dan dapat diharapkan untuk diteruskan keberlangsungannya ke generasi selanjutnya.

Perusahaan keluarga biasanya dikaitkan dengan kepemilikan, kendali, manajemen dan keinginan untuk melestarikan suksesi antar generasi atau masalah-masalah budaya. Bisnis atau perusahaan yang dimiliki dan dikelola oleh sebuah keluarga memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan bisnis non-keluarga. Keuntungan ini dapat menyebabkan lebih baik dalam persaingan, performa yang lebih tinggi, dan nilai perusahaan yang lebih tinggi.

Pengertian Perusahaan Keluarga 

Berikut definisi dan pengertian perusahaan atau bisnis keluarga dari beberapa sumber buku dan referensi: 

  • Menurut Poza (2010), perusahaan keluarga adalah perusahaan yang dikendalikan oleh anggota keluarga yang sama atau sejumlah kecil keluarga dengan cara yang berpotensi berkelanjutan lintas generasi dalam keluarga tersebut. 
  • Menurut Dussault (2008), perusahaan keluarga adalah organisasi yang mayoritas bisnisnya dimiliki oleh satu keluarga atau satu anggota keluarga, dengan minimal dua orang anggota keluarga terlibat dalam kegiatan manajemennya, dan mengharapkan kepemimpinan dan kontrol perusahaan dilakukan oleh generasi keluarga berikutnya. 
  • Menurut Marpa (2012), perusahaan keluarga adalah perusahaan yang salah satu cirinya adalah lebih dari setengah dari jumlah saham yang beredar dimiliki oleh satu atau dua keluarga. Perusahaan keluarga biasanya didirikan, dipimpin dan dikelola oleh anggota keluarga, walaupun sebagian dari perusahaan ini telah dikelola oleh para profesional yang berasal dari luar keluarga. 
  • Menurut Tagiuri dan Davis (1992), perusahaan keluarga adalah bisnis dimana dua atau lebih anggota keluarga memiliki pengaruh dalam mengatur bisnis tersebut dengan adanya pertalian keluarga, peran manajemen atau hak kepemilikan dari bisnis tersebut. 
  • Menurut Moores dan Barrett (2002), perusahaan keluarga adalah sekelompok orang yang bergabung dalam sebuah bisnis yang mempunyai hubungan darah maupun terikat perkawinan dengan yang memiliki bisnis (pendiri atau pemilik), atau yang memiliki kapasitas sebagai manajemen yang mengatur jalannya bisnis dalam perusahaan tersebut.

Karakteristik Perusahaan Keluarga 

Perusahaan keluarga memiliki ciri khusus yaitu kepemilikan dan keterlibatan yang signifikan dari keluarga dalam manajemen. Menurut Susanto (2005), beberapa karakteristik perusahaan atau bisnis keluarga adalah sebagai berikut:

  1. Keterlibatan anggota keluarga. Keterlibatan anggota keluarga dimulai apabila anak-anak atau generasi kedua sudah mulai masuk ke manajemen, pada saat mulai banyak isu yang harus diperhatikan. 
  2. Lingkungan pembelajaran yang saling berbagi. Generasi penerus sering mempunyai kurva pembelajaran (learning curve) yang cepat. Anggota keluarga sudah magang dan bekerja sejak dini, sudah menjaga toko, dan sudah tahu apa yang dibicarakan di meja makan. 
  3. Tingginya saling keterandalan. Perusahaan keluarga juga ditandai dengan tingginya saling keterandalan di antara sesama anggota keluarga yang ikut mengelola perusahaan. 
  4. Kekuatan emosi. Perusahaan keluarga dikelola secara kekeluargaan sehingga ikatan emosional di dalamnya tinggi. Karyawan sering disebut anak dan orang-orang lama dianggap keluarga sendiri. 
  5. Kurang formal. Sering kali dalam perusahaan keluarga, orang-orang yang mempunyai posisi formal seperti dewan komisaris atau pemegang saham setiap hari masih pergi ke pabrik dan terlibat dalam operasi perusahaan sehari-hari. 
  6. Kepemimpinan ganda. Setiap fungsi dan divisi tentu ada yang menjadi pimpinan. Namun demikian, intervensi dari pihak keluarga tetap tinggi.

Adapun menurut Poza (2010), ciri-ciri atau karakteristik perusahaan keluarga antara lain adalah sebagai berikut: 

  1. Adanya kehadiran/keikutsertaan anggota keluarga dalam perusahaan keluarga. 
  2. Adanya campur tangan tiap anggota keluarga dalam perusahaan, manajemen, bahkan posisi kepemilikan yang cenderung mau menang sendiri sehingga membuat bisnis keluarga rentan selama proses suksesi.
  3. Keunikan dalam perusahaan keluarga yang menjadi keunggulan kompetitif yang berasal dari interaksi keluarga, manajemen, dan kepemilikan terutama ketika keutuhan keluarga tinggi. Seperti investasi jangka panjang horizon.
  4. Keinginan pemilik perusahaan dalam menjaga bisnis keluarganya tetap berjalan dari generasi satu ke generasi selanjutnya.

Sedangkan menurut Uhlaner (2005), karakteristik bisnis atau perusahaan keluarga yaitu sebagai berikut: 

  1. Kepemilikan perusahaan, lebih dari 50% saham perusahaan dimiliki oleh satu keluarga.
  2. Representasi keluarga dalam manajemen, dimana satu atau lebih anggota tim manajemen adalah anggota keluarga pemilik perusahaan. 
  3. Proporsi keluarga dalam manajemen, dimana lebih dari 50% manajemen diwarnai atau dikuasai oleh keluarga. 
  4. Keluarga menentukan strategi bisnis. 
  5. Adanya perencanaan untuk adanya transfer pemilikan antar generasi. 
  6. Adanya persepsi pribadi pemilik bahwa perusahaannya adalah perusahaan keluarga.

Jenis-jenis Perusahaan Keluarga 

Menurut Susanto (2005), berdasarkan terminologi bisnis, perusahaan keluarga dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

a. Family Owned Enterprise (FOE) 

Perusahaan yang dimiliki oleh keluarga tetapi dikelola oleh eksekutif profesional yang berasal dari luar lingkaran keluarga. Dalam hal ini keluarga berperan sebagai pemilik dan tidak melibatkan diri dalam operasi di lapangan agar pengelolaan perusahaan berjalan secara profesional. Perusahaan seperti ini merupakan bentuk lanjutan dari usaha yang semula dikelola oleh keluarga yang mendirikannya.

b. Family Business Enterprise (FBE) 

Perusahaan yang dimiliki dan dikelola oleh anggota keluarga pendirinya. Baik kepemimpinan maupun pengelolaannya dipegang oleh pihak yang sama yaitu keluarga. Jenis perusahaan keluarga inilah yang banyak terdapat di Indonesia. Perusahaan keluarga tipe ini dicirikan oleh dipegangnya posisi-posisi kunci dalam perusahaan oleh anggota keluarga.

Menurut Poza (2010), berdasarkan perhatian utama perusahaan, perusahaan keluarga dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu sebagai berikut:

a. Family First Businesses 

Perhatian utama mereka adalah keluarga, tingkat komitmen Family-First Businesses adalah untuk kelangsungan bisnis di seluruh generasi tergantung dari anggota keluarga dan tingkat konflik yang terkait dengan menjalankan bisnis .

b. Management First Businesses 

Perhatian utama adalah dari sisi pandang manajemen, pengambilan keputusan untuk kepentingan dan kelangsungan perusahaan, dan anggota keluarga dinilai berdasarkan pada tanggung jawab dan performa, bukan pada posisi dalam keluarga.

c. Ownership First Businesses 

Perhatian utama adalah dari sisi pandang pemegang saham, maka fokus dalam pengambilan keputusan berdasarkan kepentingan pemegang saham

Adapun menurut Tjondrorahardja (2005), perusahaan atau bisnis keluarga dikelompokkan dalam tiga jenis, yaitu:

a. Family business 

Perusahaan yang dimiliki oleh keluarga (saham dan kepemilikan) dan nyang menjalankan atau mengoperasikan perusahaan keluarga sehari-hari adalah salah satu dari pihak keluarga yang telah dipilih berdasarkan kriteria tertentu yang ditentukan bersama dalam perusahaan keluarga tersebut.

b. Family owned business 

Perusahaan yang dimiliki oleh keluarga (saham dan kepemilikan) namun yang menjalankan/mengoperasikan perusahaan keluarga sehari-hari menggunakan profesional atau ahli dibidangnya.

c. Business family 

Perusahaan keluarga yang dihibahkan orang tua kepada anaknya sebagai warisan usaha di mana hanya memenuhi sisi tanggung jawab tradisional turun temurun orang tua kepada anak saja.

Kelebihan dan Kekurangan Perusahaan Keluarga 

Perusahaan atau bisnis keluarga dalam prosesnya memiliki kelebihan dan kekurangan dibanding perusahaan non keluarga.

a. Kelebihan 

Kelebihan, keunggulan atau keuntungan perusahaan atau bisnis keluarga adalah: 

  1. Kesempatan untuk bekerja bersama dengan keluarga. 
  2. Saling percaya antar anggota keluarga memperkuat keluarga dan bisnis.
  3. Kesempatan untuk menghasilkan kekayaan. 
  4. Cara untuk mewariskan nilai-nilai ke generasi selanjutnya. 
  5. Mendapatkan respek di komunitas keluarga. 
  6. Memberikan kita pengaruh yang lebih besar daripada saat bekerja individual. 
  7. Dianggap lebih mungkin untuk membangun hubungan kepercayaan dengan pelanggan. 
  8. Diperkirakan akan didorong oleh nilai-nilai yang melampaui logika pasar beroperasi. 
  9. Dikreditkan dengan prospek jangka panjang dan rasa yang kuat tanggung jawab sosial terhadap lingkungan di mana mereka beroperasi dan orang-orang yang bekerja di dalamnya.
  10. Pada saat yang sama mereka berpikir untuk memainkan peran penting dalam menciptakan lapangan kerja dan mengembangkan ekonomi lokal. 
  11. Bisnis keluarga dipandang memiliki pengetahuan yang sangat mendalam tentang industri di mana mereka beroperasi bersama dengan kualitas lain.

b. Kekurangan 

Kekurangan, kelemahan atau kerugian dari perusahaan atau bisnis keluarga adalah: 

  1. Potensi terjadi konflik personal. 
  2. Potensi kekecewaan bila suatu tujuan personal tidak tercapai. 
  3. Terlalu banyak Financial eggs dalam satu keranjang. 
  4. Hilangnya privasi. 
  5. Rawan dikritik dari luar pihak keluarga. 
  6. Nilai-nilai seharusnya tidak selalu diterjemahkan ke eksplisit perusahaan tanggung jawab sosial atau tindakan pemasaran sosial di luar pengaruh daerah perusahaan. 
  7. Ada masalah kelangsungan hidup perusahaan jangka panjang dan pertumbuhan. 
  8. Bisnis keluarga sering dianggap memiliki sedikit kesempatan untuk bertahan hidup daripada bisnis non-keluarga. 
  9. Faktor utama yang mempengaruhi kelangsungan hidup perusahaan karena ketidak-sepakatan dan kurangnya komunikasi antara anggota keluarga dan perencanaan suksesi yang kurang matang. 
  10. Komunikasi internal di antara anggota keluarga untuk memastikan bisnis kelangsungan hidup dianggap tidak memadai. 
  11. Ada persepsi umum bahwa organisasi yang dikelola keluarga gagal mengadopsi kebijakan komunikasi yang efektif untuk mendukung kuat dan dibedakan citra merek, memiliki komunikasi yang buruk.

Tahapan Perusahaan Keluarga 

Menurut Susanto (2005), perusahaan atau bisnis keluarga dibangun melalui proses atau tahapan berikut ini: 

  1. Tahap pemilik mengelola perusahaan. Pada tahap ini para pendiri mengelola menjadi pengelola yang mengelola secara langsung perusahaan umur pemilik antara 30 sampai dengan 40-an tahun. 
  2. Tahap pelatihan dan pengembangan. Pada tahap ini penerus (successor) menjalani masa pelatihan dan pengembangan baik di sekolah, di dalam perusahaan. Pada tahap ini usia penerus antara 15 sampai dengan 30 tahun, sedangkan usia pemilik sedang dalam kondisi kinerja yang baik dan meningkat ke posisi puncak kinerja. 
  3. Tahap bekerja sama. Pemilik maupun penerus bersama-sama mengelola perusahaan. Pada tahap ini usia pemilik antara 55 sampai dengan akhir 60-an, sedangkan usia penerus berkisar antara 30-an sampai dengan 45 tahun. Pada tahap ini pemilik sudah mulai tua dan pada saat bersamaan suksesor diharapkan memiliki kinerja yang sedang meningkat menuju puncak. 
  4. Tahap penyerahan kepemimpinan. Perusahaan harus sudah siap untuk menyerahkan tampuk kepada generasi penerus dan dengan bekal pengembangan dan pengalaman yang cukup penerus diharapkan sudah siap untuk menggantikan pemilik memegang tampuk kepemimpinan perusahaan.

Siklus Hidup Perusahaan Keluarga 

Menurut Susanto (2005), perusahaan atau bisnis keluarga umumnya akan mengalami perubahan siklus atau kondisi yang digambarkan seperti grafik di bawah ini:

Siklus Hidup Perusahaan Keluarga

  1. Courtship. Kondisi ini apabila pendiri/pemilik perusahaan mempunyai ide tetapi tidak diinformasikan, maka ide itu hanya merupakan Courtship atau affair saja, karena tidak pernah dijalankan. 
  2. Infancy. Tetapi jika ide itu diinformasikan dan diwujudkan dalam bisnis masuk dalam tahapan infancy atau bayi. Perusahaan dapat mengalami infant mortality yaitu diakibatkan karena sangat rendah atau kurang terjaminnya cash flow, belum stabilnya pasar dan sebagainya. 
  3. Go-go. Karakteristik organisasi dari perusahaan yang berada pada tahap go-go antara lain telah mengatasi negative cash flow, pendapatan meningkat, berkembang pesat, mencari kesempatan-kesempatan baru. Pada tahap go-go ini eksekutif profesional sudah mulai diajak masuk dan saudara-saudara juga sudah mulai bergabung. Jika eksekutif profesional masuk, mereka tidak diberi kepercayaan dalam menjalankan perusahaan itu alias hanya pemain figuran. 
  4. Adolscence. Perusahaan memasuki usia remaja, pemegang otoritas untuk menjalankan bisnis harus ditunjuk. Perusahaan bergeser dari ciri kepemilikan tradisional ke arah manajemen profesional karena fokusnya pada penataan sistem dan prosedur. 
  5. Prime. Jika perusahaan bisa melewati tahap adolescence, berhasil melewati berbagai godaan dan jebakan, selanjutnya akan memasuki tahap prime atau matang asalkan perusahaan dijaga agar tetap muda. 
  6. Stable. Pada tahap prime ini hingga tahap stable, perusahaan tidak banyak menemui hambatan lagi. Namun, jika perusahaan dibiarkan tanpa kontrol, akibatnya perusahaan akan menurun lagi kinerjanya. 
  7. Aristocracy. Perusahaan keluarga juga acapkali menjadi aristokrat yang cenderung terjerat pada birokrasi. Birokrasi itu sendiri sebenarnya wajar, tetapi kalau untuk bertemu manajemen atau direksi perusahaan keluarga. 
  8. Early Bureaucracy. Muncul tekanan pada siapa yang menimbulkan masalah daripada apa yang membuat masalah (membidik orang daripada akan permasalahan). 
  9. Bureaucracy. Banyak sistem muncul tetapi cuma sedikit yang berfungsi dengan semestinya. Keinginan untuk mengendalikan juga menurun. 
  10. Death. Kematian sebuah startup terjadi jika semua pihak yang berada dalam startup melepaskan komitmennya, entah secara berangsur-angsur atau serentak.

Konflik Perusahaan Keluarga 

Menurut Rivers (2009), perusahaan atau bisnis keluarga juga tidak terlepas dari berbagai macam konflik atau permasalahan, antara lain yaitu sebagai berikut: 

  1. Petunjuk dalam bisnis (Direction for the Business). Dalam bisnis keluarga diperlukan internalisasi nilai-nilai dari bisnis keluarga dari pendahulu kepada para penerus bisnis. 
  2. Pembuat Keputusan (Decision Making). Bisnis keluarga telah dipegang oleh generasi berikutnya dan pendahulu tidak lagi menjabat, tetapi pendahulu masih ingin terlibat di bisnis dan memiliki hak veto yang memungkinkannya untuk mengintervensi bisnisnya merasa keputusan yang diambil manajemen akan mengancam bisnis yang telah didirikannya. 
  3. Peran/Tanggung Jawab (Roles/Responsibilities). Apabila anak-anak dari pemilik dan pendiri bisnis keluarga menginginkan untuk memegang bisnis yang dimiliki oleh orang tuanya. 
  4. Kompensasi (Compensation or Benefits). Kompensasi merupakan salah satu dari sumber utama dalam menyebabkan konflik. Di bisnis keluarga sering kali terjadi nepotisme yakni kecenderungan untuk mengutamakan (menguntungkan) sanak saudara sendiri atau kerabat dekat. 
  5. Kepemilikan (Ownership). Keputusan yang salah mengenai kepemilikan ini dapat membuat keluarga menjadi hancur berantakan. Jadi harus dipastikan, siapa yang seharusnya nantinya memiliki bisnis keluarga. 
  6. Persaingan antar saudara (Sibling Rivalries). Persaingan antar saudara masih berhubungan dengan poin sebelumnya, kepemilikan. 
  7. Suksesi (Succession). Suksesi merupakan proses pergantian kepemimpinan. Siapa yang akan menjadi pimpinan selanjutnya. Anak, karyawan yang merupakan anggota keluarga atau keluarga non-keluarga. 
  8. Rencana kepemilikan harta (Estate Plans). Rencana kepemilikan harta juga merupakan salah satu pemicu konflik dalam bisnis keluarga. Hal ini sangat rentan terjadi ketidakharmonisan di keluarga. 
  9. Distribusi untuk pemilik saham yang bukan merupakan karyawan (Distributions to non-employee shareholders). Penentuan pemilik saham bisnis ke keluarga. Apakah pemilik saham harus terlibat di bisnis keluarga atau bisa dimiliki oleh orang yang bukan karyawan. 
  10. Akuntabilitas (Accountability). Akuntabilitas merupakan suatu keadaan yang dapat dimintai pertanggungjawabannya. 
  11. Perbedaan kepribadian (Personality Differences). Setiap orang memiliki tipe kepribadian yang berbeda. Apakah bisnis keluarga bisa menyatukan berbagai macam kepribadian yang beranekaragam. 
  12. Peraturan masuk dan keluar (Entry/Exit rules). Peraturan masuk dan keluar dalam bisnis keluarga harus jelas. Persyaratan masuk dan keluar harus ditetapkan oleh perusahaan.
  13. Keuangan (Finances). Permasalahan yang terjadi adalah masalah menambah investasi dengan lebih banyak membutuhkan modal (uang) merupakan topik yang paling sering tidak disetujui oleh anggota keluarga yang tidak terlibat di bisnis, karena merasa akan mengurangi keuntungan yang akan didapatkan. 
  14. Ketidakpastian bisnis dan kesalahan (Not care to business and error). Ke tidakpedulian terhadap kebutuhan dan kesalahan juga menyebabkan konflik di bisnis keluarga. 
  15. Perubahan (Changes). Perubahan bisa terjadi dimana saja baik di keluarga, kepemilikan bisnis atau bisnis itu sendiri dapat menyebabkan masalah dalam keseluruhan sistem.

Daftar Pustaka

  • Poza, E.J. 2010. Family Business. USA: Cengage Learning Academic Resource Center.
  • Dussault, M. 2008. Family Business Suicide: Prevention Guide. Strategic Book Publishing and Rights Agency.
  • Marpa, N. 2012. Perusahaan Keluarga Sukses atau Mati. Tangerang: Cergas Media.
  • Tagiuri, R., dan Davis, J.A. 1992. Bivalent Attributes of The Family Firm Working Paper. Cambridge: Harvard Business School.
  • Moores, Ken dan Barrett, Mary. 2002. Learning Family Business, Paradoxes and Pathways. Hampshire: Ashgate Publishing Limited.
  • Susanto, A.B. 2005. Woorld Class Family Business. Jakarta: Quantum Bisnis dan Manajemen.
  • Uhlaner, L.M. 2005. The Use of the Guttman Scale in Development of a Family Orientation Index for Small to Medium Sized Firms. Family Business Review.
  • Tjondrorahardja, Daud. 2005. Greatest FBI on Earth Title. Jakarta: Elex Media Komputindo.

PERHATIAN
Jika ingin mengcopy-paste referensi dari KajianPustaka.com, mohon untuk menambahkan sumber rujukan di daftar pustaka dengan format berikut:
Riadi, Muchlisin. (). Bisnis / Perusahaan Keluarga (Family Business). Diakses pada , dari https://www.kajianpustaka.com/2023/01/bisnis-perusahaan-keluarga-family.html