Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Perkembangan Sosial-Emosional

Perkembangan sosial-emosional adalah suatu proses tumbuh seseorang untuk mencapai kematangan dengan merujuk pada suatu perasaan dan pikiran tertentu karena adanya dorongan ingin tahu terhadap sekitarnya terkait dalam konteks sosial dalam mengontrol dan mengekspresikan emosi, pola hubungan interpersonal yang dekat dan hangat, mengeksplor pengalaman sekitar dan belajar dari hal tersebut. Dalam proses perkembangan, seseorang diharapkan mengerti/memahami orang lain yang berarti mampu menggambarkan ciri-cirinya, mengenali apa yang dipikirkan dirasa, dan diinginkan dan diinginkan, serta dapat menerima sudut pandang orang lain.

Perkembangan Sosial-Emosional Anak

Perkembangan sosial-emosional merupakan kemampuan yang berkembang dan berkesinambungan antara sosial dan emosi seorang anak dalam hal mengungkapkan dan mengelola perasaan mereka sesuai dengan lingkungan sosial dan kebudayaan sekitar yang didapatkan dari pengalaman yang dipelajari dilingkungannya. Perkembangan sosial-emosional adalah bentuk perkembangan kognitif seseorang untuk memahami perasaan orang lain, berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari, di lingkungan dimana ia tinggal, dengan siapa, apa yang harus dilakukan dan bagaimana bersikap yang berlangsung terus menerus sehingga berhasil menyesuaikan dengan apa yang diharapkan oleh orang lain di sekitarnya.

Perkembangan sosial-emosional juga dapat diartikan sebagai kepekaan seseorang dalam memahami perasaan orang lain ketika berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari. Perkembangan sosial-emosional pada anak ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku dalam bentuk emosi yang positif saat berinteraksi sosial atau berhubungan dengan orang lain. Perkembangan sosial-emosional lebih mengarah pada hubungan seseorang dengan orang lain. Hubungan ini berkembang karena adanya dorongan rasa ingin tahu terhadap segala sesuatu yang ada di dunia sekitarnya.

Pengertian Perkembangan Sosial 

Berikut definisi dan pengertian perkembangan sosial dari beberapa sumber buku dan referensi: 

  • Menurut Yusuf dan Sugandhi (2011), perkembangan sosial adalah pencapaian kematangan dalam hubungan atau interaksi sosial yang ditandai dengan pencapaian kematangan dalam interaksi sosialnya, bagaimana ia mampu bergaul, beradaptasi dengan lingkungannya dan menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok. 
  • Menurut Restiti (2011), perkembangan sosial adalah proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral, dan tradisi, meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan kerja sama.
  • Menurut Yahro (2009), perkembangan sosial adalah perkembangan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan dan aturan yang berlaku di lingkungan masyarakat atau dengan kata lain perkembangan sosial adalah proses penyesuaian diri terhadap moral, norma, dan tradisi pada suatu kelompok.

Pengertian Perkembangan Emosional 

Berikut definisi dan pengertian perkembangan emosional dari beberapa sumber buku dan referensi:

  • Menurut Fakhrudin (2010), perkembangan emosional adalah suatu proses yang berjalan secara perlahan dan anak mempelajarinya secara bertahap, yaitu kemampuan anak dalam memahami, mengatur, atau mengontrol perasaan. 
  • Menurut Suyadi (2010), perkembangan emosional adalah kepekaan anak untuk memahami perasaan orang lain ketika berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari. 
  • Menurut Pantoppidan, dkk (2017), perkembangan emosional adalah kemampuan seseorang untuk mengalami, mengelola, dan mengungkapkan berbagai macam emosi positif dan negatif, mengembangkan hubungan yang dekat dengan teman-temannya dan orang yang lebih dewasa darinya, dan secara aktif menjelajahi dan mempelajari lingkungan sekitar.

Bentuk-bentuk Perkembangan Emosional 

Menurut Hurlock (2013), bentuk-bentuk perkembangan emosional pada anak antara lain yaitu sebagai berikut:

a. Rasa takut 

Rasa takut pada anak biasanya berpusat pada bahaya yang bersifat fantasi, adikodrati dan samar-samar. Mereka takut pada gelap dan makhluk imajinatif yang diasosiasikan dengan karakter yang menyeramkan yang terdapat pada dongeng, film, televisi, atau komik. Ciri khas pada semua rangsangan takut tersebut adalah terjadi secara mendadak dan tidak diduga, dan anak-anak hanya mempunyai kesempatan yang sedikit untuk menyesuaikan diri dengan situasi tersebut.

b. Rasa marah 

Pada umumnya, kemarahan disebabkan oleh berbagai rintangan terhadap gerak yang diinginkan anak baik rintangan itu berasal dari orang lain atau berasal dari ketidak-mauannya sendiri, rintangan terhadap aktivitas yang sudah berjalan dan sejumlah kejanggalan yang menumpuk.

c. Rasa cemburu 

Rasa cemburu adalah reaksi normal terhadap kehilangan kasih sayang yang nyata, dibayangkan, atau ancaman kehilangan kasih sayang. Cemburu disebabkan kemarahan yang menimbulkan sikap jengkel dan ditujukan kepada orang lain. Pola rasa cemburu sering kali berskala dari takut yang berkombinasi dengan rasa marah.

d. Duka cita atau kesedihan 

Bagi anak-anak, duka cita bukan merupakan keadaan yang umum. Hal ini dikarenakan tiga alasan, pertama para orang tua, guru dan orang dewasa lainnya berusaha mengamankan anak tersebut dari berbagai duka cita yang menyakitkan. Kedua, anak-anak terutama apabila mereka masih kecil, mempunyai ingatan yang tidak bertahan terlalu lama, sehingga mereka dapat dibantu melupakan duka cita tersebut, bila ia dialihkan kepada sesuatu yang menyenangkan. Ketiga, tersedianya pengganti untuk sesuatu yang telah hilang, mungkin berupa mainan yang disukai, ayah atau ibu yang dicintai, sehingga dapat memalingkan mereka dari kesedihan kepada kebahagiaan.

e. Keingintahuan 

Anak-anak menunjukkan keingintahuan melalui berbagai perilaku, misalnya dengan bereaksi secara positif terhadap unsur-unsur yang baru, aneh, tidak layak atau misterius dalam lingkungannya dengan bergerak ke arah benda tersebut, memperlihatkan kebutuhan atau keinginan untuk lebih banyak mengetahui tentang dirinya sendiri atau lingkungannya untuk mencari pengalaman baru dan memeriksa rangsangan dengan maksud untuk lebih banyak mengetahui seluk-beluk unsur-unsur tersebut.

f. Kegembiraan 

Gembira adalah emosi yang menyenangkan yang dikenal juga dengan kesenangan dan kebahagiaan. Kegembiraan pada masing-masing anak berbeda, baik mencakup instansi dan cara mengekspresikannya. Pada anak-anak usia sekolah awal, sebagian kegembiraan disebabkan oleh keadaan fisik yang sehat, situasi yang ganjil, permainan kata-kata, malapetaka ringan, atau suara yang tiba-tiba sehingga membuat mereka tersenyum. Sebagian lainnya disebabkan karena mereka berhasil mencapai tujuan yang mereka inginkan.

g. Kasih sayang 

Kasih sayang adalah reaksi emosional terhadap seseorang atau binatang atau benda. Hal ini menunjukkan perhatian yang hangat, dan memungkinkan terwujud dalam bentuk fisik atau kata-kata verbal. Anak-anak cenderung paling suka kepada orang yang menyukai mereka dan bersikap ramah terhadap orang itu. Kasih sayang mereka terutama ditujukan kepada manusia atau objek lain yang merupakan pengganti manusia yaitu berupa binatang atau beda-benda.

Bentuk-bentuk Perkembangan Sosial 

Menurut Izzaty, dkk (2017), bentuk-bentuk perkembangan sosial pada anak adalah sebagai berikut:

a. Empati 

Empati adalah keadaan mental seseorang yang dapat merasakan keadaan dirinya sama seperti yang orang lain rasakan, penuh pengertian, tenggang rasa, dan rasa kepedulian. Anak yang mempunyai empati cenderung lebih sosial dan tidak terlalu agresif. Hal ini akan menjadikan pribadi anak akan lebih mudah bergaul dengan teman-temannya. Dampak positif lainnya adalah kemudahan dalam menjalin hubungan dengan siapapun. Ia tidak lagi merasa takut kepada sesama temannya sendiri, tidak pemalu dan tidak pemarah, tidak mudah cemas dan khawatir, serta selalu merasa bahagia.

b. Afiliasi 

Afiliasi adalah perasaan kepedulian, pengertian dan tenggang rasa yang berhubungan dengan yang dirasa orang lain (empati).Disebut juga resolusi atau penyelesaian konflik. Afiliasi diterapkan dengan melatih dan membiasakan anak untuk dapat menyelesaikan konflik atau masalah yang di hadapi, secara berulang-ulang serta memberi kebebasan anak untuk memecahkan masalahnya sendiri. Mengembangkan komunikasi dua arah dengan teman sebaya dan orang dewasa, serta penanaman pemahaman bahwa kerja sama atau tolong menolong itu sangat penting dan menyenangkan adalah beberapa hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan afiliasi pada anak.

c. Mengembangkan kebiasaan positif 

Cara mengembangkan kebiasaan positif antara lain dengan mempelajari tata krama, latihan dan pembiasaan, memiliki tanggung jawab sosial yaitu rasa tanggung jawab yang sama yang di lakukan bersama teman-temanya, kemandirian atau proses penanaman nilai secara sosial yang baik dan di terima menuju kepada kemampuan mendidik dirinya sendiri. Optimisme merupakan hasil dari kebiasaan berpikir positif atau kecenderungan untuk memandang segala sesuatu dari sisi dan kondisi baiknya serta mengharapkan hasil yang optimal. Untuk dapat mengajarkan sikap optimisme pada anak, seorang pendidik harus membedakan terlebih dahulu mana sikap optimisme dan pesimisme.

d. Kesadaran diri 

Kesadaran diri terdiri atas memperlihatkan kemampuan diri, mengenal perasaan sendiri dan mengendalikan diri, serta mampu menyesuaikan diri dengan orang lain.

e. Rasa tanggung jawab 

Rasa tanggung jawab tumbuh untuk diri dan orang lain, mencakup kemampuan mengetahui hak-haknya, menaati aturan, mengatur diri sendiri, serta bertanggung jawab atas perilakunya untuk kebaikan sesama.

f. Perilaku prososial 

Perilaku pro-sosial mencakup kemampuan bermain dengan teman sebaya, memahami perasaan, merespon, berbagi, serta menghargai hak dan pendapat orang lain bersikap kooperatif, toleran, dan berperilaku sopan.

Karakteristik Perkembangan Sosial-Emosional 

a. Perkembangan Positif 

Menurut Hurlock (2013), karakteristik atau ciri-ciri perkembangan sosial-emosional yang baik atau positif pada anak, antara lain yaitu sebagai berikut: 

  1. Kerja sama. Seorang anak bermain, kerjakan tugas, dan atau belajar bersama dengan anak yang lain. 
  2. Persaingan. Persaingan akan mendorong anak agar berusaha sebaik-baiknya. Hal tersebut akan menambah pengalaman bersosialisasi bagi mereka. 
  3. Kemurahan hati. Kemurahan hati pada anak akan terlihat ketika anak bersedia untuk berbagi kepada orang lain. 
  4. Hasrat akan penerimaan sosial. Ketika hasrat seorang diri pada anak untuk diterima kuat, maka akan mendorong anak agar dapat menyesuaikan dirinya dengan tuntutan sosial di sekitarnya.
  5. Simpati. Anak akan mengerti rasa simpati saat sudah pernah mengalami dan memahami kehilangan dan akan menunjukkan rasa tersebut kepada orang lain yang berada di keadaan yang sama. 
  6. Empati. Melekatkan diri sendiri ke dalam posisi sebagai orang lain dan menghayati posisi serta pengalaman orang tersebut. 
  7. Ramah. Sikap ramah akan ditunjukkan ketika anak mampu melakukan sesuatu dengan menunjukkan kasih sayangnya. 
  8. Tidak mementingkan diri sendiri. Anak akan menunjukkan sikap suka berbagi apa yang dimiliki kepada orang lain. 
  9. Meniru hal positif lingkungan sekitarnya. Dengan meniru hal yang baik sesuai yang diterimanya, maka anak akan memperoleh kesempatan untuk mengembangkan sifatnya agar dapat diterima di kelompok sosial sekitarnya. 
  10. Perilaku kelekatan yang ditunjukkan ke orang yang disayang. Anak yang selalu menerima kasih sayang dari orang terdekatnya akan melakukan hal yang sama kepada orang lain dan terciptanya persahabatan di antara mereka. 
  11. Ketergantungan pada orang lain dalam hal perhatian, meminta bantuan, dan kasih sayang agar dapat diterima di lingkungan sosialnya.

b. Perkembangan Negatif 

Adapun menurut Hurlock (2013), ciri-ciri perkembangan sosial-emosional yang negatif pada anak adalah sebagai berikut: 

  1. Perlawanan tekanan dari pihak lain (negativisme). Ekspresi yang ditunjukkan ialah kemarahan, akan tetapi secara bertahap penolakan tersebut berganti menjadi penolakan secara lisan. 
  2. Agresif. Perbuatan bermusuhan yang nyata dan bersifat ancaman yang dapat merusak psikis atau fisik pihak lain. 
  3. Pertengkaran. Perselisihan yang terjadi dan mengandung kemarahan yang umumnya disebabkan oleh serangan yang tidak beralasan.
  4. Mengejek dan menggertak. Mengejek adalah serangan lisan yang dikeluarkan untuk menyerang pihak lain. Menggertak merupakan penyerangan serangan yang dilakukan dan bersifat fisik. 
  5. Perilaku sok kuasa. Sikap yang ditunjukkan cenderung mendominasi terhadap orang lain dan atau kelompok sosial di sekitarnya. 
  6. Sifat egosentris. Anak akan cenderung berpikir tentang dirinya sendiri secara berlebihan. 
  7. Prasangka buruk. Prasangka muncul di awal masa anak-anak ketika mereka menyadari perilaku dan penampilan mereka berbeda. Akan tetapi bagi seorang anak tidaklah normal menunjukkan sikap membeda-bedakan orang-orang yang mereka kenal. 
  8. Antagonisme jenis kelamin. Antagonisme ini terjadi seperti anak laki-laki tidak mau bermain mainan yang biasanya dimainkan oleh lawan jenisnya, begitupun sebaliknya. Anak laki-laki cenderung bermain aktif dan eksplorasi, sedangkan anak perempuan suka bermain pura-pura dan bermain secara simbolis.

Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial-Emosional 

Menurut Sunatro (2017), beberapa faktor yang dianggap dapat mempengaruhi perkembangan sosial-emosional pada anak, antara lain yaitu: 

  1. Keluarga. Keluarga adalah lingkungan pertama yang akan memberikan banyak pengaruh, termasuk perkembangan sosial anak. Pendidikan yang bertujuan untuk mengembangkan kepribadian lebih banyak dipengaruhi oleh keluarga dan memberikan efek ketika anak bergaul dan etika ketika berinteraksi dengan orang lain. 
  2. Kematangan diri. Kematangan diri yang baik dari segi fisik dan psikis dalam bersosialisasi akan mampu dalam mempertimbangkan proses sosial, menerima, dan memberi nasehat ke orang lain. 
  3. Status sosial ekonomi. Perilaku seorang anak akan banyak memperhatikan kondisi normatif yang telah ditanamkan oleh keluarga. 
  4. Pendidikan. Pendidikan merupakan proses baik atau buruknya perilaku anak dan anak akan memberikan warna di kehidupan sosial di masyarakat. 
  5. Kapasitas mental emosi dan intelegensi. Kemampuan belajar, bahasa, dan memecahkan masalah dipengaruhi oleh kemampuan berpikir. Ketika ketiga kemampuan tersebut seimbang, maka perkembangan sosial anak akan sangat baik. 
  6. Faktor hereditas. Faktor hereditas merupakan hal-hal yang diturunkan dari orang tua kepada anak cucunya yang diberikan secara biologis sejak lahir. Faktor ini akan mempengaruhi intelektual anak dalam perkembangan sosial dan emosinya.

Daftar Pustaka

  • Yusuf, Syamsu, L.N., dan Sugandhi, Nani M. 2011. Perkembangan Pserta Didik. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
  • Restiti, Muhalifah Yumi. 2011. Peranan Orang Tua Terhadap Perkembangan Sosial Emosional Anak Kelompok B di TK Pertiwi 1 Sine Sragen Tahun Ajaran 2011/2012. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
  • Yahro, S.U. 2009. Upaya Guru dalam Mengembangkan Sosial-Emotional Anak Usia Dini dengan Pendekatan Beyond Centers and Circle Times (Kasus di TK Islam Modern Al-Furqon Yogyakarta). Yogyakarta: Fakultas Tarbiah UIN Sunan Kalijaga.
  • Fakhruddin, Asef Umar. 2010. Menjadi Guru Favorit. Yogyakarta: Diva Press.
  • Suyadi. 2010. Psikologi Belajar Anak Usia Dini. Yogyakarta: PEDAGOGIA.
  • Hurlock, E.B. 2013. Perkembangan Anak. Erlangga: Jakarta.
  • Izzaty, Rita Eka, dkk. 2017. Pengembangan Buku Panduan Program Pembelajaran Keterampilan Sosial Bagi Guru Taman Kanak-kanak. Jurnal Penelitian Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY.
  • Sunatro, A. 2017. Pendidikan Anak Usia Dini (Konsep dan Teori). Jakarta: Bumi Aksara.

PERHATIAN
Jika ingin mengcopy-paste referensi dari KajianPustaka.com, mohon untuk menambahkan sumber rujukan di daftar pustaka dengan format berikut:
Riadi, Muchlisin. (). Perkembangan Sosial-Emosional. Diakses pada , dari https://www.kajianpustaka.com/2023/02/perkembangan-sosial-emosional.html