Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Ekuitas Merek (Brand Equity) - Pengertian, Elemen dan Cara Membangun

Ekuitas merek (brand equity) adalah nilai dan kekuatan merek yang tertanam di benak konsumen, seperti nama atau simbol suatu produk atau jasa. Nilai dari ekuitas merek ini tercermin dalam cara berpikir, perasaan atau tindakan konsumen terhadap sebuah merek. Ekuitas merek merupakan aset tak berwujud yang memiliki nilai psikologis dan profitabilitas bagi sebuah perusahaan.

Ekuitas Merek (Brand Equity) - Pengertian, Elemen dan Cara Membangun

Ekuitas merek juga dapat diartikan sebagai sekumpulan aset tidak berwujud, liabilitas dan totalitas dan persepsi merek yang subjektif yang dapat menambah atau mengurangi nilai dan barang dan atau jasa kepada perusahaan atau kepada konsumen. Ekuitas merek dipercaya dapat meningkatkan keberhasilan pemasar dalam menarik konsumen baru dan mempertahankan konsumen lama. Adanya ekuitas merek dapat menciptakan pelanggan yang lebih percaya diri untuk membeli produk atau jasa yang ditawarkan oleh perusahaan sehingga akan meningkatkan kepuasan pelanggan dan dalam jangka panjang akan mempengaruhi loyalitas pelanggan.

Ekuitas merek merupakan aset yang menciptakan value bagi pelanggan dengan meningkatkan kepuasan dan menghargai kualitas. Berdasarkan pengertian tersebut maka ekuitas merek tidak hanya sebagai representasi dari produk yang dimiliki, tapi juga harus dapat berfungsi untuk menciptakan nilai bagi pelanggan. Ekuitas merek adalah aset tersendiri dari produsen yang akan memberikan sebuah arti tersendiri bagi konsumen, sehingga dapat memberikan sejumlah keunggulan kompetitif bagi suatu perusahaan. Di antara sejumlah keunggulan tersebut adalah perusahaan dapat menikmati biaya pemasaran yang lebih kecil. Hal ini disebabkan oleh kesadaran dan kesetiaan konsumen terhadap merk yang tinggi.

Pengertian Ekuitas Merek 

Berikut definisi dan pengertian ekuitas merek atau brand equity dari beberapa sumber buku dan referensi:

  • Menurut Durianto (2001), ekuitas merek adalah seperangkat aset dan liabilitas merk yang berkaitan dengan suatu merk, nama dan simbolnya, yang menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh suatu barang dan jasa kepada perusahaan atau pelanggan. 
  • Menurut Kotler dan Keller (2009), ekuitas merek adalah nilai tambah yang diberikan pada produk dan jasa. Nilai ini bisa dicerminkan dalam cara konsumen berpikir, merasa, dan bertindak terhadap merek, harga, pangsa pasar, dan profitabilitas yang dimiliki perusahaan. Ekuitas merek merupakan aset tak berwujud yang penting, yang memiliki nilai psikologis dan keuangan bagi perusahaan.
  • Menurut Shimp (2013), ekuitas merek adalah nilai merek yang menghasilkan kesadaran merek (brand awareness) yang tinggi dan asosiasi merek yang kuat, disukai, dan mungkin pula unik, yang diingat konsumen atas merek tertentu. 
  • Menurut Keller dan Brexendorf (2019), ekuitas merek adalah kekuatan merek yang terletak di benak konsumen, pengalaman dan pelajaran tentang merek dari waktu ke waktu. Ekuitas merek mampu dianggap sebagai nilai tambah yang diberikan kepada suatu produk dalam perkataan, tindakan, serta pikiran konsumen.

Elemen Ekuitas Merek 

Menurut Aaker (2018), ekuitas merek atau brand equity terdiri dari beberapa elemen, yaitu sebagai berikut:

a. Kesadaran merek (brand awareness) 

Kesadaran merek adalah kesanggupan calon konsumen dalam mengenali atau mengingat kembali suatu merek yang merupakan bagian dari kategori produk tertentu. Pengertian lain menyebutkan kesadaran merek adalah kemampuan sebuah merek untuk muncul di dalam benak konsumen ketika sedang memikirkan kategori produk tertentu dan seberapa mudahnya nama merek tersebut dimunculkan. Kesadaran merek memiliki tingkatan kesadaran yang berpengaruh besar untuk memberikan konsumen kepercayaan.

Kesadaran merek membutuhkan rangkaian jangkauan dari perasaan yang tidak pasti bahwa merek tertentu telah dikenal sebelumnya, sehingga konsumen yakin bahwa produk tersebut merupakan satu-satunya merek dalam suatu kategori produk. Terdapat beberapa tingkatan kesadaran merek yang menjadi indikator seberapa mengenal konsumen terhadap sebuah merek. Tingkatan kesadaran merek tersebut adalah sebagai berikut: 

  1. Unware of brand. Unware of brand adalah tingkat paling rendah dalam piramida kesadaran merek dimana konsumen tidak menyadari adanya suatu merek walaupun sudah dilakukan pengingatan kembali lewat bantuan (aided recall). Pada tahap ini konsumen merasa ragu apakah sudah mengenal merek yang disebutkan atau belum. Masih kurangnya pengetahuan menyebabkan timbulnya rasa keraguan untuk membeli dan mengkonsumsi produk tersebut. 
  2. Brand recognition. Brand recognition adalah tingkat minimal dari kesadaran merek dimana pengenalan suatu merek muncul lagi setelah dilakukan pengingatan kembali lewat bantuan (aided recall), yaitu jika konsumen melihat atau mendengar identitas audio-visualnya seperti nama merek, logo, kemasan, atau slogan dari merek tersebut. Pada tahapan ini konsumen mampu mengidentifikasi merek yang disebutkan. Konsumen sudah memiliki pengetahuan tentang merek yang ada sehingga mereka mampu untuk mengidentifikasi merek yang ada. 
  3. Brand recall. Brand recall adalah merek yang diingat konsumen selain merek top of mind secara spontan tanpa adanya bantuan (unaided recall). Brand recall didasarkan pada permintaan seorang pembeli untuk menyebutkan kembali merek tertentu dalam suatu kelas produk. Pada tahapan ini konsumen mampu mengingat merek tanpa diberikan stimulus. Konsumen sudah mampu di luar kepala untuk mengetahui produk tertentu dengan ciri-ciri tertentu merupakan miliki dari merek tertentu. Mereka sudah paham benar tentang merek dan memiliki hubungan cukup baik.
  4. Top of mind. Pada tahap yang terakhir ini konsumen dapat mengingat merek pada saat muncul pertama kali di pikiran saat berbicara mengenai kategori produk tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa merek sudah dikenal betul dan bahkan paham diluar kepala ketika ada sebuah produk dan langsung tertuju pada merek tersebut.

Menurut Durianto (2001), terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kesadaran merek, yaitu sebagai berikut: 

  1. Pesan yang disampaikan haruslah mudah untuk diingat dan memiliki tampilan berbeda dengan para pesaing. 
  2. Memaknai slogan atau lagu latar yang baik sehingga dapat membantu konsumen lebih mudah mengingat merek. 
  3. Jika menggunakan simbol, hendaklah menggunakan simbol yang berhubungan cukup identik dengan produk. 
  4. Perluasan nama merek juga bisa digunakan sehingga konsumen semakin mengingat merek. 
  5. Isyarat juga bisa digunakan untuk menguatkan merek. 
  6. Melakukan pengulangan sebagai bentuk penguatan terhadap daya tangkap dan daya ingat konsumen dalam mengingat merek.

b. Asosiasi merek (brand association) 

Asosiasi merek adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan merek dalam ingatan atau sekumpulan merek yang berasosiasi (memiliki hubungan) yang dibentuk oleh konsumen atau dibentuk dalam pikiran-pikirannya. Kehebatan asosiasi merek adalah kemampuan untuk membentuk sikap positif, dan persepsi yang kuat, serta alasan untuk membeli. Asosiasi merek dapat membuat suatu nilai bagi perusahaan dan konsumen, karena bisa membantu proses penyusunan informasi untuk membedakan merek satu dengan yang lainnya.

Menurut Aaker (2018), terdapat beberapa cara atau tindakan yang dapat dilakukan untuk mendapatkan asosiasi merek dari konsumen, yaitu sebagai berikut: 

  1. Atribut produk. Yang paling sering digunakan dalam strategi positioning adalah mengasosiasikan suatu objek dengan salah satu atau beberapa atribut atau karakteristik produk yang bermakna dan saling mendukung, sehingga asosiasi bisa secara langsung diterjemahkan dalam alasan untuk pembelian suatu produk. 
  2. Atribut tak terwujud. Penggunaan atribut tak berwujud, seperti kualitas keseluruhan, kepemimpinan, teknologi, inovasi, atau kesehatan ada kalanya bisa lebih bertahan. Tetapi pengembangan asosiasi ini bisa berbahaya dan memungkinkan mendapatkan suatu tingkat asosiasi produk yang berada diluar kontrol perusahaan 
  3. Manfaat bagi pelanggan. Biasanya terdapat hubungan antara atribut produk dan manfaat bagi pelanggan. Terdapat dua manfaat bagi pelanggan yaitu; 1) manfaat rasional, adalah manfaat yang berkaitan erat dengan suatu atribut dan bisa menjadi bagian dari proses pengambilan keputusan yang rasional, 2) manfaat psikologis, adalah konsekuensi ekstrim dalam pembentukan sikap adalah manfaat yang berkaitan dengan perasaan yang timbul ketika membeli atau menggunakan merek tersebut. 
  4. Harga relatif. Evaluasi terhadap suatu merek di sebagian kelas produk ini akan diawali dengan penentuan posisi merek tersebut dalam satu atau dua tingkat harga. 
  5. Penggunaan/aplikasi. Pendekatan ini adalah dengan mengasosiasikan merek tersebut dengan suatu penggunaan atau pengaplikasi tertentu. 
  6. Pengguna/pelanggan. Pendekatan ini adalah dengan mengasosiasikan sebuah merek dengan sebuah tipe pengguna atau pelanggan dari produk tersebut. 
  7. Celebrity/person (orang terkenal/orang). Mengaitkan orang terkenal yaitu artis atau influencer dengan sebuah merek agar memberikan asosiasi kuat yang dimiliki orang terkenal ke merek tersebut. 
  8. Gaya hidup. Asosiasi dalam sebuah merek bisa ditimbulkan oleh asosiasi para pelanggan merek tersebut dengan beragam kepribadian dan ciri khas gaya hidup yang hampir sama. 
  9. Kelas produk. Mengasosiasikan merek sesuai dengan kelas produknya. 
  10. Pesaing. Mengetahui pesaing dan berusaha untuk mengimbangi bahkan mengungguli pesaing.
  11. Negara/wilayah geografis. Negara dapat menjadi simbol yang kuat jika memiliki hubungan yang kuat dengan produk, bahan, dan kemampuan.

c. Persepsi kualitas (perceived quality) 

Persepsi kualitas adalah pandangan atau persepsi dari konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan yang sama dengan yang diharapkannya. Pengertian lain dari persepsi kualitas adalah penilaian pelanggan terhadap keunggulan suatu produk atau jasa dilihat dari fungsinya dengan produk-produk lainnya. Jangan sampai ada kesenjangan yang terjadi pada harapan dan kualitas sebenarnya dari merek sebuah produk karena itu akan mempengaruhi tingkat kepercayaan konsumen.

Menurut Durianto (2001), persepsi kualitas terdiri dari beberapa aspek, yaitu sebagai berikut:

  1. Serviceability. Serviceability merupakan kemudahan untuk memperbaiki atau mendapatkan layanan terkait dengan produk. 
  2. Reliability. Reliability merupakan konsistensi kinerja dari suatu produk. 
  3. Features. Features merupakan elemen sekunder atau tambahan dari suatu produk. 
  4. Performance. Performance merupakan karakteristik operasional utama dari suatu produk. 
  5. Conformance with Specifications. Conformance with specifications merupakan keadaan dimana tidak ada cacat pada produk, dan ada kesesuaian produk dengan standar kualifikasi. 
  6. Durability. Durability merupakan nilai ekonomis dari suatu produk. 
  7. Fit and Finish. Fit and finish merupakan kualitas tampilan akhir dari suatu produk yang tangible, tapi beda halnya dengan produk yang sifatnya intangible karena kualitas tampilannya bersifat abstrak.

d. Kesetiaan merek (brand loyalty) 

Loyalitas merek (brand loyality) adalah ukuran kedekatan pelanggan pada suatu merek, dan perasaan positif terhadap suatu merek. Itulah sebabnya pelanggan akan cenderung menggunakan produk secara teratur. Pembelian ulang sangat dipengaruhi tingkat loyalitas merek yang dimiliki oleh pelanggan. Loyalitas merek merupakan pilihan yang dilakukan konsumen untuk membeli merek tertentu dibandingkan merek yang lain dalam satu produk.

Menurut Aaker (2018), loyalitas merek memiliki empat tingkatan, yaitu sebagai berikut: 

  1. Switchers/price sensitive. Pada tingkat ini, pelanggan tidak loyal kepada merek atau belum memiliki brand equity yang kuat. Setiap merek dipersepsikan memberikan kepuasan yang hampir sama. Nama merek berperan kecil dalam keputusan pembelian mereka. Pada tingkatan ini, pelanggan sensitif dengan penawaran yang lebih murah. 
  2. Satisfied/habitual buyer. Pada tingkat ini, pelanggan merasa puas terhadap produk atau setidaknya tidak merasa tidak puas terhadap produk perusahaan. Pelanggan juga sensitif terhadap benefit baru yang ditawarkan kepada mereka. 
  3. Satisfied buyer with switching cost. Pada tingkat ini, pelanggan merasa puas terhadap produk. Mereka harus mengeluarkan biaya tertentu apabila ingin berpindah merek. Pada tingkatan ini, pelanggan sensitif pada benefit yang dapat melampaui biaya untuk beralih ke merek lain (switching cost). 
  4. Commited buyer. Pada tingkatan ini, pelanggan memiliki rasa bangga menggunakan produk yang ditawarkan perusahaan. Mereka merekomendasikan merek yang sama kepada orang lain. Pada tingkatan ini, merek produk memiliki brand equity yang kuat di mata pelanggan.

Adapun pengukuran loyalitas merek dapat dilakukan dengan tiga metode berbeda, yaitu: 

  1. Repurchase rates. Tingginya rata rata pembelian kembali pelanggan terhadap satu merek menandakan bahwa pelanggan tersebut dapat dikatakan loyal terhadap merek itu. Namun jika rata rata pembelian kembali terjadi terhadap beberapa merek, maka pelanggan tersebut tidak loyal pada satu merek.
  2. Percent of purchase. Percent of purchase adalah persentase pembelian yang tinggi untuk satu merek, yang dapat mengindikasikan pasar loyal terhadap merek tersebut.
  3. Number of brands purchased. Semakin banyak jumlah merek yang dibeli pelanggan, maka loyalitas terhadap suatu merek menjadi rendah atau tidak loyal.

d. Aset merek 

Aset merek adalah simbol logo-lambang berkaitan dengan ekuitas lain yang dimiliki sebuah merek sebagai suatu bentuk keunggulan lain dan tidak dimiliki oleh produk sejenis dengan merek lainnya. Aset merek dapat dibentuk melalui beberapa hal, antara lain yaitu sebagai berikut: 

  1. Keunggulan bersaing dapat menjadi aset atas suatu merek. Semakin kuat keunggulan bersaing suatu merek, maka brand equity dapat meningkat karena pasar akan mengapresiasi positif terhadap keunggulan tersebut. 
  2. Paten dari suatu merek dapat dijadikan aset perusahaan karena dapat menunjukkan kualitas dan kredibilitas produk sehingga brand equity akan tinggi.
  3. Merek dagang dapat menunjukkan bahwa merek suatu produk memiliki nilai jual yang tinggi sehingga brand equity produk bisa tinggi.
  4. Hubungan dengan channel akan membantu peningkatan suatu merek karena channel secara tidak langsung akan melakukan branding terhadap produk. Semakin baik hubungan perusahaan dengan channel, maka semakin tinggi pula usaha channel melakukan branding terhadap produk.

Membangun Ekuitas Merek Berbasis Pelanggan 

Ekuitas merek adalah efek diferensial pengetahuan merek (brand knowledge) terhadap respon konsumen pada pemasaran merek bersangkutan. Brand knowledge mencerminkan keseluruhan asosiasi yang terkait dengan sebuah merek dalam memori jangka panjang konsumen. Menurut Kotler dan Keller (2009), terdapat enam faktor kunci (building block) ekuitas merek berbasis pelanggan, yaitu sebagai berikut:

a. Brand salience 

Brand salience berkenaan dengan aspek-aspek awareness sebuah merek, seperti seberapa sering dan mudah sebuah merek diingat dan dikenali dalam berbagai situasi? Faktor ini menyangkut seberapa bagus elemen merek menjalankan fungsinya sebagai pengidentifikasi produk. Brand awareness bukan hanya sekedar menyangkut apakah konsumen mengetahui nama merek dan pernah melihatnya, namun berkaitan pula dengan mengkaitkan merek (nama merek, logo, simbol, dan seterusnya) dengan asosiasi-asosiasi tertentu dalam memori konsumen bersangkutan.

b. Brand performance 

Brand performance berkenaan dengan kemampuan produk dan jasa dalam memenuhi kebutuhan fungsional konsumen. Secara garis besar. Ada lima atribut dan manfaat pokok yang mendasari kinerja merek, yaitu: 1) unsur primer dan fitur suplemen; 2) reliabilitas, durabilitas, dan serviceability produk; 3) efektivitas, efisiensi, dan empati layanan; 4) model dan desain; serta 5) harga. Pada hakikatnya, kinerja merek mencerminkan intrinsic properties merek dalam hal karakteristik inheren sebuah produk atau jasa.

c. Brand imagery 

Brand imagery menyangkut extrinsic properties produk atau jasa, yaitu kemampuan merek dalam memenuhi kebutuhan psikologis atau sosial pelanggan. Brand imagery bisa terbentuk secara langsung (melalui pengalaman konsumen dan kontaknya dengan produk, merek, pasar sasaran, atau situasi pemakaian) dan tidak langsung (melalui iklan dan komunikasi gethok tular). Empat kategori utama brand imagery meliputi: 1) profil pemakai,baik berdasarkan faktor demografis deskriptif (seperti usia, gender, etnis, atau pendapatan) maupun psikografis abstrak (seperti sikap terhadap hidup, karir, kepemilikan, isu sosial atau institusi politik); 2) situasi pembelian (berdasarkan tipe saluran distribusi, toko spesifik, kemudahan pembelian, dan sejenisnya) dan situasi pemakaian (kapan dan dimana merek digunakan); 3) kepribadian dan nilai-nilai; serta 4) sejarah, warisan (heritage), dan pengalaman.

d. Brand judgements 

Brand judgements berfokus pada pendapat dan evaluasi personal konsumen terhadap merek berdasarkan kinerja merek dan asosiasi citra yang dipersepsikannya. Aspek brand judgements meliputi: 1) brand quality, yakni persepsi konsumen terhadap nilai dan kepuasan yang dirasakannya; 2) brand credibility, yaitu seberapa jauh sebuah merek dinilai kredibel dalam hal expertise (kompeten, inovatif, pemimpin pasar), trustworthiness (bisa diandalkan, selalu mengutamakan kepentingan pelanggan) dan likeability (menarik, fun, dan memang layak untuk dipilih dan digunakan); 3) brand consideration, yaitu sejauh mana sebuah merek di pertimbangkan untuk dibeli atau digunakan konsumen; serta 4) brand superiority, yakni sejauh mana konsumen menilai merek bersangkutan unik dan lebih baik dibandingkan merek-merek lain.

e. Brand feelings 

Brand feelings yaitu respon dan reaksi emosional konsumen terhadap merek. Reaksi semacam ini bisa berupa perasaan warmth, fun, excitement, security, social approval, dan self respect.

f. Brand resonance 

Brand resonance mengacu pada karakteristik relasi yang dirasakan pelanggan terhadap merek spesifik. Resonansi tercermin pada intensitas atau kekuatan ikatan psikologis antara pelanggan dan merek, serta tingkat aktivitas yang ditimbulkan loyalitas tersebut (misalnya, tingkat pembelian ulang, usaha dan waktu yang dicurahkan untuk mencari informasi merek, dan seterusnya). Secara spesifik, resonansi meliputi loyalitas behavioral (Share of Category Requirements), loyalitas attitudinal, sense of community (identifikasi dengan brand community), dan keterlibatan aktif (berperan sebagai brand evangelists dan brand ambassadors).

Daftar Pustaka

  • Durianto, Darmadi, dkk. 2001. Strategi Menaklukkan Pasar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
  • Kotler dan Keller. 2009. Manajemen Pemasaran. Jakarta: Erlangga.
  • Shimp, Terence. 2013. Periklanan Promosi. Jakarta: Erlangga.
  • Keller, K.L., dan Brexendorf, T. 2019. Measuring Brand Equity. Markenführung: Springer Reference Wirtschaft.
  • Aaker, A.D. 2018. Manajemen Ekuitas Merek. Jakarta: Mitra Utama.
PERHATIAN
Jika ingin mengcopy-paste referensi dari KajianPustaka.com, mohon untuk menambahkan sumber rujukan di daftar pustaka dengan format berikut:
Riadi, Muchlisin. (). Ekuitas Merek (Brand Equity) - Pengertian, Elemen dan Cara Membangun. Diakses pada , dari https://www.kajianpustaka.com/2023/04/ekuitas-merek-brand-equity.html