Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Value Engineering (VE) - Pengertian, Karakteristik, Aspek dan Tahapan

Value engineering adalah metode dan pendekatan sistematis dalam mengorganisir dan menganalisis fungsi-fungsi dari produk, sistem atau proses dengan tujuan untuk meningkatkan nilai (value), dengan biaya yang optimum, konsisten dengan kualitas dan kinerja yang dipersyaratkan. Value engineering dilakukan untuk memperoleh hasil yang maksimal dari setiap biaya yang dikeluarkan tanpa mengurangi mutu, tingkat kepercayaan, kinerja dan waktu penyerahan yang tepat.

Value Engineering (VE) - Pengertian, Karakteristik, Aspek dan Tahapan

Value engineering dikenalkan pertama kali oleh Lawrence D. Miles, seorang insinyur dari General Electric Company pada tahun 1947. Value engineering dilakukan atas dampak dari Perang Dunia ke II, sehingga perusahaan manufaktur saat itu terpaksa untuk menggunakan material dan disain alternatif akibat kurangnya kebutuhan dan anggaran biaya. Miles mengkombinasikan berbagai ide dan teknik untuk mengembangkan pendekatan metodologi untuk memastikan value dari suatu produk memiliki biaya optimum. Mereka menyebutnya pada saat itu sebagai value analysis yang kemudian setelah meluas pemanfaatannya dikenal sebagai Value Engineering (VE).

Value engineering merupakan sebuah upaya terorganisir yang diarahkan pada analisa fungsi-fungsi dari sistem, perlengkapan, fasilitas, jasa layanan dan jasa penyediaan untuk mencapai tujuan yang signifikan pada siklus hidup (life cycle cost) yang paling rendah, konsisten dengan persyaratan kinerja (perfomance), kepercayaan (reliability), mutu (quality) dan keamanan (safety). Value engineering akan membedakan dan memisahkan antara yang diperlukan dan yang tidak diperlukan, dimana dikembangkan alternatif yang memenuhi keperluan (dan meninggalkan yang tidak perlu) dengan biaya yang terendah.

Pengertian Value Engineering 

Berikut definisi dan pengertian value engineering atau rekayasa nilai dari beberapa sumber buku dan referensi: 

  • Menurut Prastowo (2012), value engineering adalah evaluasi sistematis untuk mengkaji dan memikirkan berbagai komponen kegiatan seperti pengadaan, pabrikasi, dan konstruksi serta kegiatan-kegiatan lain dalam kaitannya antara biaya terhadap fungsinya, dengan tujuan mendapatkan penurunan biaya proyek secara keseluruhan.
  • Menurut Hutabarat (1995), value engineering adalah penerapan sistematis dari sejumlah teknik untuk mengidentifikasikan fungsi-fungsi suatu benda dan jasa dengan memberi nilai terhadap masing-masing fungsi yang ada serta mengembangkan sejumlah alternatif yang memungkinkan tercapainya fungsi tersebut dengan biaya total minim. 
  • Menurut Priyanto (2010), value engineering adalah pendekatan tim yang berorientasi fungsi yang terorganisir dan terarah untuk menganalis fungsi-fungsi dari produk, sistem, atau proses penyediaan, untuk tujuan meningkatkan nilainya (value) dengan mengidentifikasi dan menghilangkan biaya-biaya yang tidak diperlukan dan mencapai kinerja yang dibutuhkan pada biaya siklus hidup proyek paling rendah. 
  • Menurut Donomartono (1999), value engineering adalah suatu metode evaluasi yang menganalisa teknik dan nilai dari suatu proyek atau produk yang melibatkan pemilik, perencana dan para ahli yang berpengalaman di bidangnya masing-masing dengan pendekatan sistematis dan kreatif yang bertujuan untuk menghasilkan mutu yang tetap dengan biaya serendah-rendahnya, yaitu dengan batasan fungsional dan tahapan rencana tugas yang dapat mengidentifikasi dan menghilangkan biaya serta usaha yang tidak diperlukan/tidak mendukung. 
  • Menurut Berawi (2013), value engineering adalah suatu proses pembuatan keputusan berbasis multidisiplin yang sistematis dan terstruktur. Melakukan analisis fungsi untuk mencapai nilai terbaik (best value) sebuah proyek dengan mendefinisikan fungsi-fungsi yang diperlukan untuk mencapai sasaran nilai (value) yang diinginkan dan menyediakan fungsi-fungsi tersebut dengan biaya yang optimum, konsisten dengan kualitas dan kinerja yang dipersyaratkan.

Karakteristik Value Engineering 

Menurut Zimmerman (1998), value engineering adalah suatu metode yang berupa penghematan biaya dengan menggunakan pendekatan yang sistematis untuk mendapatkan keseimbangan fungsi-fungsi yang terbaik antara biaya, kekuatan dan penampilan suatu proyek. Adapun karakteristik dari value engineering adalah sebagai berikut: 

  1. Berorientasi pada sistem (system oriented). Menganalisis produk atau proyek secara keseluruhan dengan melihat keterkaitan antara komponen-komponennya dengan mengidentifikasikan dan menghilangkan biaya-biaya yang tidak diperlukan. Merancang produk yang dimulai dengan mengidentifikasikan fungsifungsi yang dibutuhkan. 
  2. Pendekatan tim yang multidisiplin (Multidisiplined team approach). Proses perencanaan dilakukan oleh suatu kelompok yang terdiri dari sejumlah ahli yang berasal dari berbagai disiplin ilmu dan konsultan rekayasa nilai. 
  3. Berorientasi pada siklus hidup (life cycle oriented). Melakukan analisis terhadap biaya total untuk memiliki dan mengoperasikan fasilitas selama hidupnya. 
  4. Suatu teknik yang terbukti (a proven management technique). Menggunakan teknik-teknik manajemen tertentu yang telah terbukti kualitasnya. Karakteristik di atas digunakan untuk mencapai tujuan rekayasa nilai yaitu mendapatkan nilai optimal dan suatu produk atau proyek.
  5. Berorientasi pada fungsi (function oriented). Untuk mencapai fungsi yang diperlukan sesuai dengan nilai yang diperoleh.

Rekayasa nilai atau value engineering merupakan pendekatan yang terorganisir dan kreatif yang bertujuan untuk mengadakan pengidentifikasian biaya yang tidak perlu. Biaya yang tidak perlu ini adalah biaya yang tidak memberikan kualitas, kegunaan, sesuatu yang menghidupkan penampilan yang baik ataupun sifat yang diinginkan oleh konsumen. Rekayasa nilai digunakan untuk mencari alternatif–alternatif atau ide-ide yang bertujuan untuk menghasilkan biaya yang lebih rendah dari harga yang telah direncanakan sebelumnya dengan batasan fungsional tanpa mengurangi mutu pekerjaan. Rekayasa nilai bukanlah: 

  1. A design review. Yaitu mengoreksi kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh perencana, atau melakukan penghitungan ulang yang sudah dibuat oleh perencana. 
  2. A cost cutting process. Yaitu proses menurunkan biaya dengan mengurangi biaya satuan serta mengorbankan mutu, keandalan dan penampilan dari hasil produk yang dihasilkan. 
  3. A requirement done all design. Yaitu ketentuan yang harus ada pada setiap desain, akan tetapi lebih berorientasi pada biaya yang sesungguhnya dan analisis fungsi. 
  4. Quality control. Yaitu control kualitas dari suatu produk karena lebih dari sekedar meninjau ulang status keandalan sebuah desain.

Aspek-aspek Velue Engineering 

Rekayasa nilai atau value engineering terdiri dari tiga aspek utama, yaitu nilai (value), fungsi (function) dan biaya (cost). Adapun penjelasan ke tiga aspek tersebut adalah sebagai berikut:

a. Nilai (Value) 

Nilai secara umum adalah alat yang menunjukkan alasan dasar bahwa cara pelaksanaan atau keadaan akhir tertentu lebih disukai secara sosial dibandingkan cara pelaksanaan atau keadaan akhir yang berlawanan. Nilai sulit dibedakan dengan biaya (cost) atau harga (Price). Nilai mengandung anti subyektif apalagi bila dihubungkan dengan moral, estetika, sosial, ekonomi, dan lain-lain.

Ukuran nilai ditentukan oleh fungsi atau kegunaannya sedangkan harga atau biaya ditentukan oleh substansi barangnya atau harga komponen-komponen yang membentuk barang tersebut. Selain itu, ukuran nilai condong kearah subyektif sedangkan Biaya tergantung kepada angka (monetary value) pengeluaran yang telah dilakukan untuk mewujudkan barang tersebut.

Nilai atau value dapat dibagi menjadi dua bentuk, yaitu: 

  1. Nilai guna (use value). Nilai ini mencerminkan seberapa besar kegunaan produk akibat terpenuhinya suatu fungsi, di mana nilai ini tergantung dari sifat dan kualitas produk. 
  2. Nilai kebanggaan (esteem va1ue). Nilai ini menunjukkan seberapa besar kemampuan produk untuk memuaskan konsumen yang memilikinya. Kemampuan ini ditentukan oleh sifat-sifat khusus dari produk seperti daya tarik, keindahan maupun prestise dari produk tersebut.

b. Fungsi (Function) 

Fungsi adalah apa saja yang dapat diberikan atau dilakukan oleh suatu produk yang dapat digunakan untuk bekerja. Fungsi dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu: 

  1. Fungsi dasar, yaitu alasan pokok sistem itu terwujud. Contohnya konstruksi pondasi, fungsi pokoknya menyalurkan beban bangunan kepada tanah dasar, hal tersebut yang mendorong pembuatan konstruksi pondasi. Sifat-sifat fungsi dasar adalah sekali ditentukan tidak dapat diubah lagi. Bi1a fungsi dasarnya telah hilang, maka hilang pula nilai jual yang melekat pada fungsi tersebut. 
  2. Fungsi sekunder, yaitu kegunaan tidak langsung untuk memenuhi dan melengkapi fungsi dasar, tetapi diperlukan untuk menunjangnya. Fungsi sekunder sering kali dapat menimbulkan hal-hal yang kurang menguntungkan. Misalnya struktur pondasi basement dapat digunakan sebagai ruang parkir atau penggunaan lainnya, tetapi dapat mengakibatkan terjadinya perubahan muka air tanah. Jika fungsi sekunder dihilangkan, tidak akan mengganggu kemampuan dari fungsi utama. 
  3. Fungsi tak perlu, yaitu apa saja yang diberikan dan tidak mempunyai nilai kegunaan, nilai tambah, nilai tukar atau nilai estetika.

Fungsi merupakan elemen utama dalam rekayasa nilai karena tujuan rekayasa nilai adalah untuk mendapatkan fungsi-fungsi yang dibutuhkan dari suatu item dengan total biaya yang efisien. Dengan memadukan prinsip-prinsip konsep efisiensi biaya, rekayasa nilai dapat mengefisiensikan biaya proyek secara optimal dengan cara menganalisis fungsi suatu item kegiatan untuk menyederhanakan atau memodifikasi perencanaan atau pelaksanaan dengan tetap mempertahankan/meningkatkan kualitas yang diinginkan dan mempertimbangkan operasional dan pemeliharaan.

c. Biaya (Cost) 

Biaya adalah jumlah segala usaha dan pengeluaran yang dilakukan dalam mengembangkan, memproduksi, dan mengaplikasikan suatu produk. Produsen selalu memikirkan akibat dari adanya biaya terhadap kualitas, ketahanan, dan pemeliharaan karena akan berpengaruh pada biaya bagi pemakai. Life Cycle Cost (LCC) adalah keseluruhan biaya yang dimulai dari tahap awal perencanaan sampai pada akhir pemanfaatan suatu fasilitas. Elemen-elemen LCC adalah biaya investasi, biaya financing, biaya operasional, biaya pemeliharaan, biaya perubahan, pajak dan salvange value (nilai sisa suatu barang yang telah habis nilai ekonomisnya).

Biaya pengembangan merupakan komponen yang cukup besar dari total biaya, sedangkan perhatian terhadap biaya Produksi amat diperlukan karena sering mengandung sejumlah biaya yang tidak perlu (unnecesary cost). Jika melihat dari hubungan antar nilai, fungsi dan biaya maka salah satu penyebab nilai yang rendah adalah akibat adanya biaya yang tidak perlu tersebut. Biaya terbesar (yang sering mengandung biaya tidak perlu) antara lain biaya: 

  1. Material. Jenis material tergantung dari macam usaha, dapat berupa baja, besi, logam lain. Termasuk dalam klasifikasi ini adalah instrumen atau bagian bagian lain yang siap pakai.
  2. Tenaga kerja. Jumlah biaya untuk tenaga kerja biasanya cukup besar, yaitu terdiri dari satuan unit dikali jam-orang terpakai. 
  3. Overhead. Overhead dapat terdiri dari bermacam-macam elemen, seperti pembebanan bagi operasi perusahaan (pemasaran, kompensasi pimpinan, sewa kantor, dan lain-lain). Termasuk juga dalam klasifikasi ini adalah pajak, asuransi administrasi, dan lain-lain.

d. Hubungan Nilai, Fungsi dan Biaya 

Hubungan antara nilai, biaya, dan fungsi dapat dirumuskan sebagai berikut:

Rumus Hubungan Nilai, Fungsi dan Biaya (Value Enginering)

Dari rumus di atas, maka nilai dapat ditingkatkan dengan cara sebagai berikut :

  1. Meningkatkan/memperbaiki fungsi dengan tidak menambah biaya dari produk/jasa. 
  2. Mengurangi biaya dengan mempertahankan fungsi memperkecil biaya untuk memproduksinya. 
  3. Kombinasi dari keduanya.

Pengurangan biaya asli tidak boleh dilakukan, karena dapat mengakibatkan terjadinya penurunan tingkat mutu dan kehandalan produk. Mutu dan kehandalan yang terlalu tinggi di luar kebutuhan konsumen sama dengan pemborosan biaya produksi dan penggunaan material yang berlebihan. Tetapi biaya terendah bukan berarti nilai terbaik, karena pada suatu keadaan, biaya terendah bahkan menunjukkan nilai yang terburuk. Grafik kurva hubungan biaya dan nilai kehandalan dapat diperlihatkan seperti gambar di bawah ini.

Kurva Kehandalan dan Biaya

Pada perbandingan kehandalan dan biaya, maka nilai yang terbaik dan kehandalan (per satuan unit biaya) tidak terletak pada titik biaya terendah (titik A) tetapi terletak pada titik biaya optimal (titik B). Prinsip utama dari Value Engineering yang harus diperhatikan dalam meningkatkan Value adalah kualitas produk atau jasa tidak boleh diturunkan untuk mencapainya.

Faktor Awal Value Engineering 

Menurut Tugino (2004), terdapat beberapa faktor awal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan rekayasa nilai atau velue engineering, yaitu sebagai berikut: 

  1. Tersedianya data-data perencanaan. Data-data perencanaan di sini adalah data-data yang berhubungan langsung dengan proses perencanaan sebuah bangunan yang dibangun dan akan diadakan value engineering. 
  2. Biaya awal (Initial Cost). Biaya awal disini adalah biaya yang dikeluarkan mulai awal pembangunan sampai pembangunan tersebut selesai.
  3. Persyaratan operasional dan perawatan. Dalam suatu value engineering juga harus mempertimbangkan nilai operasional dan perawatan dalam alternatif-alternatif yang disampaikan melalui analisis value engineering dengan jangka waktu tertentu. 
  4. Ketersediaan material. Ketersediaan material disini adalah material yang digunakan sebagai alternatif-alternatif dalam analisis value Engineering suatu pembangunan atau pekerjaan tiap item pekerjaan harus mempunyai kemudahan dalam mencarinya dan tersedia dalam jumlah yang cukup di daerah proyek. 
  5. Penyesuaian terhadap standar. Penyesuaian yang dimaksud di sini adalah semua alternatif-alternatif yang digunakan harus mempunyai standar dalam pembangunan baik akurasi dimensi, per-sisinya, maupun kualitasnya. 
  6. Dampak terhadap pengguna. Dampak terhadap penggunaan di dalam value engineering suatu bangunan harus mempunyai dampak positif kepada pengguna dari segi keamanan maupun kenyamanan.

Tahapan Velue Engineering 

Menurut Chandra (2014), pelaksanaan rekayasa nilai atau velue engineering dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu sebagai berikut:

a. Tahapan Informasi 

Tahapan informasi adalah suatu tahapan awal dalam rencana kerja value engineering yang bertujuan untuk memperoleh suatu pengertian secara menyeluruh terhadap sistem, struktur, atau bagian-bagian yang dilakukan studi dan juga bertujuan untuk mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan item-item pekerjaan yang akan dianalisis, untuk memperoleh item kerja yang akan dilakukan value engineering dengan cara mengi-definisikan fungsi item dalam proyek. Beberapa prinsip dasar yang dilakukan pada tahap informasi adalah cost model, cost breakdown dan analisis fungsi.

1. Skematik Biaya (Cost Model) 

Cost model digunakan untuk menentukan segmen pekerjaan yang memiliki biaya pengerjaan yang tinggi dan dibuat berdasarkan analisa biaya yang didapatkan pada pengumpulan data. Penggambarannya dapat berupa suatu bagan yang disusun dari atas ke bawah. Dengan cost model dapat diketahui biaya total proyek secara keseluruhan dan dapat dilihat perbedaan biaya tiap elemen bangunan. Perbedaan biaya tiap elemen bangunan tersebut dapat dijadikan pedoman dalam menentukan item pekerjaan mana yang akan dilakukan analisis rekayasa nilai.

Cost Model Worhsheet

2. Rincian Biaya (Cost Breakdown)

Cost breakdown adalah suatu analisis untuk menggambarkan distribusi pemakaian biaya dari item-item pekerjaan suatu elemen bangunan. Jumlah biaya item pekerjaan tersebut kemudian diperbandingkan dengan total biaya proyek untuk mendapatkan persentase bobot pekerjaan. Bila memiliki bobot pekerjaan besar, maka item pekerjaan tersebut potensial untuk dianalisa rekayasa nilai.

Cost Breakdown Worhsheet

3. Analisis Fungsi 

Analisis fungsi merupakan suatu pendekatan untuk mendapatkan suatu nilai tertentu, dalam hal ini fungsi merupakan karakteristik produk atau proyek yang membuat produk atau proyek dapat bekerja atau dijual. Analisis fungsi bertujuan untuk mengklasifikasikan fungsi-fungsi utama (basic function) maupun fungsi-fungsi penunjangnya (secondary function), agar mendapatkan perbandingan antara biaya dengan nilai manfaat untuk menghasilkan fungsi yang diinginkan.

Analisis Fungsi

b. Tahap Kreatif 

Tahapan kreatif adalah untuk menghasilkan berbagai macam alternatif yang dapat memenuhi atau menjalankan fungsi utama, hal ini dilaksanakan dengan menggunakan teknik kreatif. Tahap kreatif tidak akan dimulai sebelum semua masalah benar-benar dimengerti dan waktu untuk melakukan tahap kreatif ini telah tiba. Tahap kreatif ini hanya dapat dimulai apabila fungsi yang diinginkan telah ditentukan dan dievaluasi. Berpikir kreatif adalah suatu hal yang penting pada tahap ini karena dengan hal itu ide atau gagasan akan berkembang. Pada tahap ini tidak dilakukan analisa terhadap ide-ide yang dikeluarkan oleh setiap anggota tim sehingga semua ide akan ditampung untuk memenuhi fungsi dasar tanpa melihat pertimbangan lebih dahulu.

c. Tahap Analisa 

Tahapan analisis adalah untuk mengevaluasi alternatif-alternatif yang dihasilkan dalam tahap kreatif. Hasil evaluasi ini dipergunakan untuk menentukan alternatif-alternatif yang bermanfaat untuk dilakukan studi lebih lanjut, yang akan memberikan potensi terbesar bagi penghematan biaya. Pemikiran berdasarkan peraturan yang ketat yang tidak berlaku di tahapan-tahapan terdahulu, di tahap ini kemudian dilakukan.

1. Metode Zero-One 

Metode zero-one adalah salah satu cara pengambilan keputusan yang bertujuan untuk menentukan urutan prioritas fungsi-fungsi. Prinsip metode ini adalah menentukan relativitas suatu fungsi lebih penting atau kurang penting terhadap fungsi lainnya. Fungsi yang lebih penting diberi nilai satu (one), sedangkan nilai yang kurang penting diberi nilai nol (zero). Keuntungan metode ini adalah mudah dimengerti dan pelaksanaannya cepat dan mudah. Pada tahap analisis menggunakan dua bentuk tabel metode zero-one yang berbeda, yaitu metode zero-one mencari bobot untuk kriteria yang diusulkan dan metode zero-one untuk mencari indeks. Bobot dan indeks tersebut nantinya digunakan dalam menghitung matrik evaluasi.

Metode Zero-one

2. Matriks Evaluasi

Matrik evaluasi adalah salah satu alat pengambilan keputusan yang dapat menggabungkan kriteria kualitatif (tak dapat diukur) dan kriteria kuantitatif (dapat diukur). Kriteria-kriteria pada metode ini dapat ditinjau dari aspek item pekerjaan yang dipilih, misalnya pembiayaan, waktu pelaksanaan, jumlah tenaga, kondisi lapangan, berat struktur dan sebagainya.

Matrik Evaluasi

d. Tahap Pengembangan 

Pada tahapan pengembangan ini menyiapkan semua ide atau pendapat secara keseluruhan untuk diteliti ke dalam desain awal (preliminary), dibuatkan gambaran solusi, diestimasi ke dalam life cycle cost dari desain asal dan dengan desain yang baru diusulkan, kemudian di present value (PV). Dalam perencanaan biaya total suatu proyek harus memperhatikan sistem yang disebut life cycle cost agar total biaya ultimate dari pekerjaan konstruksi, operasional, pemeliharaan dan pergantian alat dapat diperhitungkan dengan baik. Untuk mencapai total biaya yang optimal diperlukan studi rekayasa nilai dan untuk mengetahui lebih jelasnya mengenai biaya yang dikeluarkan oleh proyek. Adapun variabel-variabel yang akan diukur untuk mengetahui biaya siklus hidup (life cycle cost). Variable-variabel tersebut antara lain sebagai berikut: initial cost (biaya awal), operational-maintenance cost (Biaya operasional dan perawatan), energy cost (biaya energi), replacement cost (biaya penggantian), residual cost (nilai sisa) dan umur siklus.

e. Tahapan Presentasi/Rekomendasi 

Tahap ini merupakan tahapan akhir dari lima tahapan rencana kerja rekayasa nilai. Di tahapan ini dilakukan suatu pelaporan berupa persentase secara tertulis atau lisan yang ditunjukkan kepada semua pihak yang terkait dalam pembuatan proyek. Menjabarkan tentang alternatif yang akan dipilih dalam usulan tim rekayasa nilai. Sehingga dapat meyakinkan owner terhadap pilihan alternatif-alternatif tersebut. Dalam mengajukan usulan dimasukkan pertimbangan segala sesuatu yang mungkin diperlukan untuk mendukung pelaksanaan alternatif tersebut, seperti bagaimana pengadaan-nya, pengangkutan-nya, pengerjaan-nya di lapangan, apa saja fasilitas penunjangnya, apa masalah-masalah yang mungkin timbul dalam pelaksanaan di lapangan serta cara penyelesaiannya.

Daftar Pustaka

  • Prastowo, E.B. 2012. Analisis Penerapan Value Engineering (VE) Pada Proyek Konstruksi Menurut Persepsi Kontraktor dan Konsultan. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
  • Hutabarat, J. 1995. Diktat Rekayasa Nilai. Malang: Institut Teknologi Nasional.
  • Priyanto, Herry. 2010. Pengoptimalan Penerapan Value Engineering pada Tahap Desain Bangunan Gedung di Indonesia. Jakarta: Universitas Indonesia.
  • Donomartono. 1999. Apilkasi Value Engineering Guna Mengoptimalkan Biaya pada Tahap Perencanaan Kontruksi Gedung dengan Struktur Balok Beton Pratekan. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
  • Berawi, M.A. 2013. Aplikasi Value Engineering pada Industri Konstruksi Bangunan Gedung. Jakarta: UniversitasIndonesia.
  • Zimmerman, L. 1998. Value Engineering A Practical Approach. New York: Van Nostrand.
  • Tugino. 2004. Faktor-faktor Penggunaan Value Engineering. Jakarta: Universitas Indonesia.
  • Chandra, Suriana. 2014. Maximizing Construction Project and Investment Budget Efficiency with Value Engineering. Jakarta:  Elex Media Komputindo.

PERHATIAN
Jika ingin mengcopy-paste referensi dari KajianPustaka.com, mohon untuk menambahkan sumber rujukan di daftar pustaka dengan format berikut:
Riadi, Muchlisin. (). Value Engineering (VE) - Pengertian, Karakteristik, Aspek dan Tahapan. Diakses pada , dari https://www.kajianpustaka.com/2023/05/value-engineering.html