Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Wisata Halal (Halal Tourism) - Pengertian, Prinsip, Syarat dan Kriteria

Wisata halal atau halal tourism adalah sebuah kegiatan perjalanan dimana layanan atau fasilitas yang menunjang kegiatan berwisata yang aman dan nyaman bagi wisatawan muslim yaitu sesuai dengan prinsip-prinsip nilai syariah Islam. Prinsip-prinsip syariah tersebut tidak hanya terfokus pada objek saja, tetapi perilaku saat melaksanakan perjalanan dan fasilitas pendukung lainnya.

Wisata Halal (Halal Tourism) - Pengertian, Prinsip, Syarat dan Kriteria

Wisata halal di berbagai negara dikenal dengan banyak istilah, seperti; islamic tourism, halal tourism, halal travel, halal lifestyle, halal friendly tourism destination, atau muslim friendly travel destination. Menurut Kementrian Pariwisata, menyebutkan wisata halal adalah sebuah kegiatan yang didukung oleh berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah yang memenuhi ketentuan syariah.

Munculnya istilah halal tourism atau pariwisata halal pada awalnya kegiatan yang dilakukan oleh wisatawan atas dasar untuk menumbuhkan motivasi rasa atau nilai religi yang ada pada dirinya dengan mengunjungi tempat-tempat ibadah, tempat pemakaman, atau tempat bersejarah yang memiliki nilai-nilai religi sesuatu dengan agama yang dianut.

Pengertian Wisata Halal 

Berikut definisi dan pengertian wisata halal, wisata religi atau halal tourism dari beberapa sumber buku dan referensi:

  • Menurut Priyadi (2016), wisata halal adalah pariwisata yang mengedepankan nilai keislaman di setiap aktivitas yang dilaksanakan. Wisata halal tidak hanya terfokus pada objek saja, tetapi perilaku saat melaksanakan perjalanan dan fasilitas pendukung lainnya. 
  • Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No.108/DSN-MUI/X/2016 tentang Pedoman Penyelenggraan pariwisata berdasar prinsip syariah, wisata halal adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat untuk tujuan rekreasi, pengembangan diri, mempelajari keunikan daya tarik wisata untuk wisata sesuai prinsip syariah. 
  • Menurut El-Gohary (2016), wisata halal adalah kegiatan pariwisata dimana layanan atau fasilitas yang menunjang kegiatan berwisata yang aman dan nyaman bagi wisatawan Muslim, seluruh fasilitas diarahkan untuk memudahkan wisatawan Muslim melakukan kegiatan sesuai dengan anjuran agama.
  • Menurut Bawazir (2013), wisata halal adalah wisata yang prosesnya sejalan dengan prinsip-prinsip nilai syariah Islam, baik dimulai dari niatnya semata-mata untuk ibadah dan mengagumi ciptaan Allah, selama dalam perjalanannya tidak meninggalkan ibadah dan setelah sampai tujuan wisata, tidak mengarah ke hal-hal yang bertentangan dengan syariah, makan dan minum yang halalan thayyiban, hingga kepulangan-nya pun dapat menambah rasa syukur kita kepada Allah.

Prinsip-prinsip Wisata Halal 

Dalam hukum bisnis syariah, istilah usaha sering diartikan sebagai suatu perbuatan manusia untuk mendapatkan sumber penghidupan. Islam memandang ketika menjalankan suatu usaha atau perusahaan, seseorang haruslah mengaitkan segala sesuatu dengan ketentuan syariat. Suatu perusahaan dikatakan telah menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip-prinsip syariah dan bersertifikasi halal memenuhi standar tertentu yang telah ditetapkan oleh lembaga berwenang.

Menurut Yusanto, dkk (2002), dalam menjalankan kegiatan atau usaha, seorang pelaku bisnis harus memperhatikan beberapa prinsip etika yang telah digariskan dalam Islam, antara lain yaitu:

a. Prinsip Kesatuan 

Landasan utama yang ada dalam syariat. Dimana setiap aktivitas manusia berpariwisata dan berbisnis halal harus didasarkan pada nilai-nilai tauhid. Artinya dalam setiap aktivitas bisnisnya harus dilandasi dengan nilai-nilai ibadah.

b. Prinsip Kebolehan 

Konsep halal dan haram tidak saja pada barang yang dihasilkan dari sebuah hasil usaha, tetapi juga proses mendapatkannya, artinya barang yang diperoleh harus dilakukan dengan cara-cara yang dibenarkan oleh syariah islam.

c. Prinsip Keadilan 

Merupakan nilai dasar, etika aksiomatik dan prinsip bisnis islami yang bermuara pada satu tujuan, yaitu menghindari kedzaliman dengan tidak memakan harta sesama dengan cara batil. Sebab pada dasarnya hukum asal dalam melakukan perjanjian adalah keadilan jangan sampai transaksi syariah memuat sesuatu yang diharamkan hukum, seperti riba, gharar, judi, dll. Karena nantinya semua perbuatan manusia akan dimintai pertanggung-jawabannya di akhirat untuk memenuhi tuntutan keadilan dan kesatuan.

d. Prinsip Kebenaran dan Kejujuran 

Kebenaran adalah nilai kebenaran yang dianjurkan dan tidak bertentangan dengan aturan islam. Dalam konteks bisnis islami, kebenaran dimaksudkan sebagai niat, sikap dan perilaku yang benar, yang meliputi proses akad (transaksi), proses mencari/memperoleh komoditas, proses pengembangan maupun dalam proses upaya meraih/menetapkan margin keuntungan (laba).

Menurut DSN-MUI No.108/DSN-MUI/X/2016, tentang Pedoman Penyelenggaraan pariwisata berdasar prinsip syariah menyebutkan bahwa, prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan wisata halal adalah sebagai berikut:

a. Orientasi kemaslahatan 

Pembeda antara wisata konvensional dengan Syariah yang pertama adalah wisata syariah tidak hanya semata-mata untuk bertujuan untuk kepuasan para wisatawan, namun juga memperhatikan dampak ekonomi yang dirasakan baik itu bagi para wisatawan ataupun masyarakat daerah sekitar area wisata, pada wisata syariah harus di capai prinsip bahwa aktivitas pariwisata tersebut memberikan dampak yang positif terhadap perekonomian.

b. Ketersediaan fasilitas ibadah 

Area pariwisata yang diminati oleh para wisatawan pada umumnya adalah area yang memiliki fasilitas fasilitas yang dibutuhkan oleh para wisatawan, karena wisata syariah secara khusus ada untuk wisatawan yang muslim, sehingga penyediaan fasilitas ibadah adalah suatu keharusan bagi penyedia tempat wisata syariah, mulai dari ketersediaan tempat shalat yang layak, MCK, ketersediaan tempat wudu dan air yang bersih.

c. Makanan dan minuman 

Selain menyediakan fasilitas ibadah, sebuah area wisata syariah juga harus menyediakan makanan yang halal dan toyyib, sebagaimana yang disabdakan dalam Al-quran QS. Al-Baqarah ayat 173, bahwa setiap muslim wajib untuk memakan makanan yang halal lagi toyyib.

d. Tidak adanya hal hal yang dilarang 

Konsep wisata syariah selain menuntut menyediakan beberapa hal yang dibutuhkan wisatawan, juga ada hal hal yang harus dihilangkan di area wisata tersebut, yaitu:

  1. Tidak adanya hal-hal yang membawa para wisatawan ke arah yang musyrik dan kurafat, seperti tidak adanya tempat tempat keramat atau tempat tempat sesembahan. 
  2. Tidak adanya hal-hal yang diharamkan lainnya seperti perjudian, minuman keras, tempat berkhalwat, dan lainnya.

Syarat dan Kriteria Wisata Halal 

Wisata halal merupakan produk dan layanan pariwisata yang mencakup segala kebutuhan wisatawan muslim yang berkaitan dengan makanan dan kegiatan ibadah. Konsep halal sendiri digunakan secara umum untuk perbuatan yang diizinkan untuk dilakukan, konsep halal tidak hanya diaplikasikan pada makanan. Namun, juga termasuk semua aspek produk yang ditawarkan.

Adapun beberapa syarat dan kriteria yang perlu dipenuhi dalam wisata halal antara lain yaitu:

a. Destinasi pariwisata (alam, budaya, atau buatan) 

  1. Adanya pilihan kegiatan wisata, seni, dan kebudayaan yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam.
  2. Dapat menyelenggarakan minimal satu festival halal life style jika dimungkinkan.
  3. Orang yang terlibat dalam kegiatan wisata harus berpakaian dan berpenampilan sopan.
  4. Adanya pilihan daya tarik wisata yang terpisah untuk pria dan wanita dan/atau mempunyai aturan pengunjung tidak berpakaian minim.

b. Akomodasi 

  1. Adanya makanan dan produk halal lainnya. 
  2. Adanya fasilitas ibadah yang memudahkan wisatawan untuk beribadah, seperti masjid, mushola dan fasilitas bersuci. 
  3. Adanya pelayanan khusus bulan Ramadhan untuk memenuhi kebutuhan sahur dan buka puasa. 
  4. Tidak ada kegiatan non-halal seperti perjudian, minuman beralkhohol, dan kegiatan diskotik. 
  5. Adanya fasilitas rekreasi kolam renang dan fasilitas kebugaran/gym yang terpisah antara pria dan wanita. 
  6. Jika hotel menyediakan fasilitas spa, maka terapis pria untuk pelanggan pria dan terapis wanita untuk pelanggan wanita. Bahan yang digunakan harus halal.

c. Biro perjalanan 

  1. Menyediakan paket wisata yang sesuai dengan kriteria umum pariwisata halal. 
  2. Tidak menawarkan aktivitas non-halal. 
  3. Memiliki daftar usaha penyedia makanan dan minuman halal. 
  4. Pemandu wisata memahami dan mampu melaksanakan nilai-nilai syariah dalam menjalankan tugas. 
  5. Berpenampilan sopan dan menarik sesuai dengan norma Islam.

Unsur-unsur Wisata Halal

Menurut Djakfar (2017), terdapat beberapa unsur yang perlu dipenuhi dalam pelaksanaan wisata halal, di antaranya adalah:

a. Objek wisata: destinasi (sasaran kunjungan) 

Semua objek wisata yang ada dapat dikelola menjadi destinasi wisata halal selagi tidak ada faktor yang bertentangan dengan syariat Islam. Pertama, destinasi wisata harus memiliki tujuan untuk terwujudnya kemaslahatan dan kebaikan umum. Kedua, sarana dan prasarana yang ada pada objek wisata harus dilengapi dengan fasilitas ibadah yang memadai, mudah dijangkau, dan sesuai dengan ketentuan hukum Islam. Ketiga, destinasi wisata harus terhindar dari perbuatan yang dilarang oleh agama.

b. Perhotelan: infrastruktur akomodasi 

Sebagai penunjang kegiatan pariwisata, membutuhkan infrastruktur pendukung seperti ketersediaan hotel untuk tempat menginap bagi para wisatawan. Bisnis perhotelan memiliki dua fungsi penting, yaitu menyediakan produk riil (tangible producut) dalam wujud penyediaan kamar dan fasilitasnya beserta konsumsi baik makanan maupun minuman. Selain itu juga menjual produk yang tidak tampak yaitu layanan jasa yang bisa dirasakan oleh wisatawan.

Maka dari itu, fasilitas yang dijual oleh hotel dalam pandangan fikih tidak boleh ada aspek apapun yang bertentangan dengan syariah. Seperti, terbebas dari segala jenis makanan dan minuman memabukkan dan mengandung bahan yang haram dikonsumsi. Mengutamakan layanan yang mencerminkan etika Islam, tidak hanya yang tampak secara lahir tetapi juga batin, seperti ramah, amanah, jujur, dan tindakan terpuji lainnya. Dalam penyediaan fasilitas perlu dibedakan berdasarkan jenis kelamin, seperti fasilitas kolam renang, fasilitas spa, fasilitas kamar, kecuali mahram dan memiliki surat keterangan telah menikah.

c. Restoran: infrastruktur kebutuhan konsumsi 

Setiap usaha restoran memiliki sumber daya manusia, tempat dan objek yang dijual seperti jasa, makanan dan minuman. Dalam aspek fikih etika pelayan harus berpakaian sopan dan sesuai syariat, menjaga aurat, tersedianya fasilitas ibadah yang memadai, adanya daftar harga tiap produk yang dijual, adanya label halal pada tiap makanan yang disajikan dan lain sebagainya. Infrastruktur kebutuhan konsumsi bukan hanya terbatas pada penyediaan restoran saja, namun juga meliputi penyediaan toko maupun gerai penjualan oleh-oleh yang biasanya menjadi tujuan wisatawan untuk mendapatkan buah tangan.

d. Travel: infrastruktur biro perjalanan dan transportasi 

Biro perjalanan harus memberikan pelayanan sesuai dengan etika Islam. Memberikan kesempatan bagi wisatawan untuk berhenti di titik tertentu untuk istirahat, makan dan melaksanakan ibadah shalat. Rumah makan yang digunakan untuk aktivitas tersebut juga harus memiliki standar restoran atau rumah makan halal sebagai sarana pendukung perjalanan wisata halal. Hal tersebut adalah salah satu cara untuk memberikan pelayanan terbaik kepada wisatawan sebagai salah satu bentuk pelayanan execellent dari sebuah usaha transportasi agar tercipta kesan perusahaan yang digunakan mengedepankan etika Islam.

e. Sumber daya manusia (human resourch) 

Manusia menjadi daya dukung kegiatan pariwisata yang sangat krusial, baik kemampuannya sebagai pengusaha, pemangku kebijakan, pemandu wisata (pramuwisata), kaum intelektual, dan masyarakat luas. Semua unsur sumber daya manusia (SDM) memiliki peran dan fungsinya masing-masing. Unsur yang tidak kalah penting untuk disoroti adalah seorang pemandu wisata atau pramuwisata dalam perannya mensukseskan pembangunan pariwisata halal. Bagaimana cara berpakaian, menentukan tarif jasa ketika memandu, harus transparan untuk menciptakan kenyamanan antara pramuwisata dan wisatawan.

Pramuwisata harus memahami dan menjalankan nilai-nilai syariah dalam melaksanakan tugasnya, diantaranya adalah bersikap profesional, paham dan dapat melaksanakan fikih pariwisata, berperilaku sesuai etika Islam, mampu berkomunikasi dengan baik, ramah, jujur, menarik, dan bertanggungjawab. Dengan demikian, Sumber daya manusia yang berkecimpung di industri pariwisata halal harus paham akan kebutuhan dasar wisatawan muslim. Sebagai wujud komitmen pengembangan di bidang industri halal tourism.

Daftar Pustaka

  • Priyadi, Unggul. 2016. Pariwisata Syariah: Prospek dan Perkembangan. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
  • El-Gohary, H. 2016. Halal Tourism, Is It Really Halal?. Tourism Management Perspectives.
  • Bawazir, Tohir. 2013. Panduan Praktis Wisata Syariah. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
  • Yusanto, M.I., dan Widjajakusuma, M.K. 2002. Menggagas Bisnis Islam. Jakarta: Gema Insani Press.
  • Djakfar, Muhammad. 2017. Pariwisata Halal Perspektif Multidimensi: Peta Jalan Menuju Pengembangan Akademik dan Industri Halal di Indonesia. Malang: UIN Maliki Press.

PERHATIAN
Jika ingin mengcopy-paste referensi dari KajianPustaka.com, mohon untuk menambahkan sumber rujukan di daftar pustaka dengan format berikut:
Riadi, Muchlisin. (). Wisata Halal (Halal Tourism) - Pengertian, Prinsip, Syarat dan Kriteria. Diakses pada , dari https://www.kajianpustaka.com/2023/05/wisata-halal-halal-tourism.html