Kepuasan Pernikahan - Pengertian, Aspek dan Faktor yang Mempengaruhi

Daftar Isi

Kepuasan pernikahan adalah evaluasi subjektif suami atau istri tentang segala hal yang berhubungan dengan kehidupan pernikahannya, dimana pasangan merasakan ter-cukupi dan terpenuhi dalam hubungan yang dijalani atau perasaan positif yang dirasakan pasangan lebih banyak dari perasaan negatif. Kepuasan pernikahan merupakan suatu sikap sejauh mana seseorang menilai hubungan pernikahannya menyenangkan atau tidak meliputi perasaan bahagia, puas, menyenangkan, dan seberapa besar pasangan merasa kebutuhannya terpenuhi dalam hubungan pernikahan.

Kepuasan Pernikahan - Pengertian, Aspek dan Faktor yang Mempengaruhi

Kepuasan perkawinan merupakan perasaan positif yang sifatnya subjektif dari pasangan yang menikah terhadap kehidupan perkawinannya, baik secara menyeluruh maupun terhadap aspek-aspek spesifik dari perkawinannya, juga komitmen yang dirasakan seseorang terhadap perkawinannya walaupun adanya konflik, stres, dan perasaan kecewa. Semakin banyak manfaat yang diterima oleh pasangan suami istri menandakan bahwa semakin besar kepuasan pernikahan yang dirasakan, begitu pula sebaliknya jika semakin banyak beban yang dirasakan oleh pasangan suami istri maka semakin rendah kepuasan pernikahan dalam rumah tangga.

Terdapat dua persepsi berbeda terkait kepuasan pernikahan antara suami dengan istri. Bagi suami pada umumnya, kepuasan pernikahan akan tercapai ketika terpenuhinya perasaan dihargai, sedangkan bagi istri kepuasan pernikahan akan tercapai ketika dipenuhi-nya rasa aman secara emosional, komunikasi dan terjalin-nya intimasi. Kepuasan pernikahan adalah bagaimana pasangan yang menikah mengevaluasi kualitas dari pernikahan mereka tersebut; hal ini adalah deskripsi respondentif dari apakah suatu hubungan pernikahan itu baik , menyenangkan, dan memuaskan.

Pengertian Kepuasan Pernikahan 

Berikut definisi dan pengertian kepuasan pernikahan dari beberapa sumber buku dan referensi: 

  • Menurut Olson dan Fower (1993), kepuasan pernikahan adalah evaluasi subjektif suami atau istri atas kehidupan pernikahannya yang berdasar pada perasaan puas, bahagia, dan pengalaman menyenangkan yang dilakukan bersama pasangan.
  • Menurut Bradbury, Finchman dan Beach (2000), kepuasan pernikahan adalah refleksi dari perasaan positif yang dirasakan pasangan lebih banyak dari perasaan negatif terhadap hubungan mereka sehingga pernikahan terus bertahan. 
  • Menurut Fatimah (2014), kepuasan pernikahan adalah evaluasi yang menyeluruh tentang segala hal yang berhubungan dengan kondisi pernikahan atau evaluasi pasangan suami istri terhadap seluruh kualitas kehidupan pernikahan. 
  • Menurut Mardiyan dan Kustanti (2016), kepuasan pernikahan adalah sejauh mana pasangan yang menikah merasakan dirinya ter-cukupi dan terpenuhi dalam hubungan yang dijalani.

Aspek-aspek Kepuasan Pernikahan 

Menurut Olson dan Fowers (1993), berdasarkan ENRICH Marital Satisfication Scale terdapat beberapa aspek yang dalam kepuasan pernikahan, yaitu sebagai berikut:

1. Komunikasi (Communication

Aspek ini melihat bagaimana perasaan dan sikap individu dalam berkomunikasi dengan pasangannya. Aspek ini berfokus pada tingkat kenyamanan yang dirasakan oleh pasangan dalam membagi dan menerima informasi emosional dan kognitif.

2. Aktivitas bersama (Leisure Activity

Aspek ini mengukur pada pilihan kegiatan untuk mengisi waktu luang, merefleksikan aktivitas sosial versus aktivitas personal. Aspek ini juga melihat apakah suatu kegiatan dilakukan sebagai pilihan bersama serta harapan-harapan mengisi waktu luang bersama pasangan.

3. Orientasi keagamaan (Religius Orientation

Aspek ini mengukur makna keyakinan beragama serta bagaimana pelaksanaannya dalam kehidupan sehari-hari. Jika seseorang memiliki keyakinan beragama, dapat dilihat dari sikapnya yang perduli terhadap hal-hal keagamaan dan mau beribadah. Umumnya, setelah menikah individu akan lebih memperhatikan kehidupan beragama. Orangtua akan mengajarkan dasar-dasar dan nilai-nilai agama yang dianut kepada anaknya. Mereka juga akan menjadi teladan yang baik dengan membiasakan diri beribadah dan melaksanakan ajaran agama yang mereka anut.

4. Pemecahan masalah (Conflict Resolution

Aspek ini mengukur persepsi suami istri terhadap suatu masalah serta bagaimana pemecahannya. Diperlukan adanya keterbukaan pasangan untuk mengenal dan memecahkan masalah yang muncul serta strategi yang digunakan untuk mendapatkan solusi terbaik. Aspek ini juga menilai bagaimana anggota keluarga saling mendukung dalam mengatasi masalah bersama-sama serta membangun kepercayaan satu sama lain.

5. Manajemen keuangan (Financial Management

Aspek ini berfokus pada bagaimana cara pasangan mengelola keuangan mereka. Aspek ini mengukur pola bagaimana pasangan membelanjakan uang mereka dan perhatian mereka terhadap keputusan finansial mereka. Konsep yang tidak realistis, yaitu harapan-harapan yang melebihi kemampuan keuangan, harapan untuk memiliki barang yang diinginkan, serta ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup dapat menjadi masalah dalam pernikahan. Konflik dapat muncul jika salah satu pihak menunjukkan otoritas terhadap pasangan yang juga tidak percaya terhadap kemampuan pasangan dalam mengelola keuangan.

6. Orientasi seksual (Sexual Orientation

Aspek ini berfokus pada refleksi sikap yang berhubungan dengan masalah seksual, tingkah laku seksual, serta kesetiaan terhadap pasangan. Penyesuaian seksual dapat menjadi penyebab pertengkaran dan ketidak-bahagiaan apabila tidak tercapai kesepakatan yang memuaskan. Kepuasan seksual dapat terus meningkat seiring berjalannya waktu. Hal ini dapat terjadi karena kedua pasangan telah memahami dan mengetahui kebutuhan mereka satu sama lain, mampu mengungkapkan hasrat dan cinta mereka, dan dapat membaca tanda-tanda yang diberikan pasangan sehingga dapat tercipta kepuasan bagi pasangan suami istri.

7. Keluarga dan teman (Family and Friend

Aspek ini menunjukkan perasan dalam berhubungan dengan anggota keluarga dan keluarga dari pasangan, serta teman-teman, serta menunjukkan harapan untuk mendapatkan kenyamanan dalam menghabiskan waktu bersama keluarga dan teman-teman.

8. Anak-anak dan pengasuhan (Children and Parenting

Aspek ini mengukur sikap dan perasaan terhadap tugas mengasuh dan membesarkan anak. Fokusnya adalah bagaimana orangtua menerapkan keputusan mengenai disiplin anak, cita-cita terhadap anak serta bagaimana pengaruh kehadiran anak terhadap hubungan dengan pasangan. Kesepakatan antara pasangan dalam hal mengasuh dan mendiidk anak penting halnya dalam pernikahan. Orang tua biasanya memiliki cita-cita pribadi terhadap anaknya yang dapat menimbulkan kepuasan bila itu dapat terwujud.

9. Masalah kepribadian (Personality Issues

Aspek ini melihat penyesuaian diri dengan tingkah laku, kebiasaan-kebiasaan serta kepribadian pasangan. Biasanya sebelum menikah individu berusaha menjadi pribadi yang menarik untuk mencari perhatian pasangannya bahkan dengan berpura-pura menjadi orang lain. Setelah menikah, kepribadian yang sebenarnya akan muncul. Setelah menikah perbedaan ini dapat memunculkan masalah. Persoalan tingkah laku pasangan yang tidak sesuai harapan dapat menimbulkan kekecewaan, sebaliknya jika tingkah laku pasangan sesuai yang diinginkan maka akan menimbulkan perasaan senang dan bahagia.

10. Kesamaan Peran (Equalitarium Role

Aspek ini mengukur perasaan dan sikap individu mengenai peran pernikahan dan keluarga. Aspek ini berfokus pada pekerjaan, pekerjaan rumah, seks, dan peran sebagai orang tua. Suatu peran harus mendatangkan kepuasan pribadi. Pria dapat bekerjasama dengan wanita sebagai rekan baik di dalam maupun di luar rumah. Suami tidak merasa malu jika penghasilan istri lebih besar juga memiliki jabatan yang lebih tinggi. Wanita mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya serta memanfaatkan kemampuan dan pendidikan yang dimiliki untuk mendapatkan kepuasan pribadi.

Dimensi Kepuasan Pernikahan 

Menurut Lestari (2018), terdapat beberapa dimensi untuk mencapai kepuasan pernikahan, yaitu sebagai berikut:

a. Komunikasi 

Merupakan dimensi yang paling penting karena hampir semua aspek dalam hubungan pasangan, hasil dari semua diskusi dan pengambilan keputusan di keluarga yang mencakup keuangan, anak, karir, agama, bahkan dalam setiap pengungkapan perasaan, hasrat, dan kebutuhan akan tergantung pada gaya, pola, dan keterampilan berkomunikasi. Kesalahpahaman dalam komunikasi sering terjadi karena menggunakan gaya komunikasi negatif.

b. Fleksibilitas 

Fleksibilitas berkaitan dengan tugas dan peran yang muncul dalam relasi suami istri (role relationship).

c. Kedekatan 

Hal ini mencakup kesediaan untuk saling membantu, pemanfaatan waktu luang bersama, dan pengungkapan perasaan dekat secara emosi, pentingnya kedekatan dan kebersamaan tidak mengharuskan pasangan untuk selalu bersama-sama. Pasangan yang terperangkap dalam ketidakseimbangan antara keterpisahan dan kebersamaan akan mengalami banyak masalah.

d. Kecocokan kepribadian 

Kecocokan kepribadian berarti bahwa sifat atau perilaku pribadi salah satu pasangan tidak berdampak atau dipersepsi secara negatif oleh yang lainnya. Kecocokan kepribadian tidak ditentukan seberapa banyak kebersamaan sifat pribadi dan hobi. Perbedaan sifat dan kesenangan tidak akan menjadi masalah selama ada penerimaan dan pengertian. Penerimaan masing-masing pasangan terhadap faktor kepribadian yang sulit berubah akan berdampak positif pada kebahagiaan yang dirasakan.

e. Resolusi konflik 

Resolusi konflik berkaitan dengan sikap, perasaan, dan keyakinan individu terhadap keberadaan dan penyelesaian konflik dalam relasi pasangan. Hal ini mencakup keterbukaan pasangan untuk mengenali dan menyelesaikan masalah, strategi dan proses yang dilakukan untuk mengakhiri pertengkaran. Strategi resolusi konflik pasangan dapat dibedakan menjadi yang destruktif dan konstruktif. Dua hal yang sering kali membuat resolusi konflik tidak efektif adalah tindakan menyalahkan orang dan mengungkit persoalan yang telah lalu.

Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pernikahan 

Menurut Duval dan Miller (1985), terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi kepuasan pernikahan, yaitu background characteristics (sebelum pernikahan) dan current characteristics (selama pernikahan). Adapun penjelasan dari faktor tersebut adalah sebagai berikut:

a. Background Characteristics 

  1. Kebahagiaan pernikahan orang tua. Kebahagiaan pada pernikahan orang tua merupakan salah satu karakteristik yang mendukung terciptanya kepuasan pernikahan yang tinggi. Pernikahan orang tua dapat menjadi model dalam menjalani pernikahan anak. 
  2. Masa kanak-kanak. Kebahagiaan yang diperoleh pada masa kanak-kanak memiliki peran dalam kepuasan pernikahannya kelak. Rasa bahagia di masa kanak-kanak diperoleh melalui hubungan anak dengan orang tua dan juga lingkungan sosialnya. Hubungan anak dengan orang tua yang berjalan harmonis menimbulkan kelekatan antara orang tua dengan anak, hal ini dapat mempermudah proses penyesuaian diri mereka dalam kehidupan pernikahan.
  3. Pembentukan disiplin oleh orang tua. Kedisiplinan yang diterapkan oleh orang tua sejak kecil berada pada tahap yang baik (adanya pemberian hukuman yang sesuai untuk setiap kesalahan yang diperbuat, namun tidak membuat anak merasa terancam). 
  4. Pendidikan. Terpenuhinya kebutuhan pendidikan baik formal maupun non formal. Untuk pendidikan formal minimal sampai pada tahap sekolah menengah atas. Semakin tinggi tingkat pendidikan pasangan dalam suatu pernikahan akan semakin mempermudah proses penyesuaian diri mereka dalam kehidupan pernikahan. 
  5. Pendidikan seksual dari orang tua. Adanya pendidikan seksual yang memadai yang diberikan oleh orang tua, pendidikan seksual diberikan dalam porsi yang benar, dalam waktu yang tepat, serta sesuai dengan kebutuhan yang ada. 
  6. Masa perkenalan sebelum menikah. Adanya waktu yang cukup dan memadai untuk melakukan pendekatan (saling mengenal antara pasangan) sebelum memasuki pernikahan.

b. Current Characteristics 

  1. Ekspresi kasih sayang atau afeksi. Adanya ekspresi kasih sayang yang nyata dari suami maupun istri. 
  2. Cara menghadapi masalah atau situasi stres. Hal yang paling membedakan antara adanya kepuasan dalam pernikahan atau tidak adalah bagaimana masing-masing pasangan dapat saling memahami perasaan ketika menghadapi masalah.