Perilaku Menyimpang - Bentuk, Penyebab, Dampak dan Penanganan

Daftar Isi

Perilaku menyimpang adalah tindakan atau perbuatan individu yang tidak sesuai dengan tingkat perkembangan serta melanggar batas norma, aturan, tata terbit, atau ketentuan yang berlaku di lingkungan masyarakat atau kelompok tertentu karena dapat merugikan dirinya sendiri atau orang lain. Perilaku menyimpang adalah segala bentuk tindakan yang dianggap sebagai sebuah pelanggaran atas nilai dan norma yang yang ditetapkan oleh suatu kelompok atau-pun masyarakat.

Perilaku Menyimpang - Bentuk, Penyebab, Dampak dan Penanganan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), perilaku menyimpang merupakan proses, cara, dan perbuatan yang menyimpang atau sikap dan tindakan diluar ukuran (kaidah yang berlaku). Perilaku dapat dikatakan menyimpang ketika tidak sesuai dan bertentangan dengan nilai serta norma yang dijalankan dalam suatu sistem masyarakat. Penyimpangan merupakan bentuk perilaku yang oleh sejumlah besar orang dianggap sebagai hal yang tercela dan di luar batas toleransi.

Perilaku menyimpang merupakan tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam suatu sistem sosial. Perilaku menyimpang juga sering disebut sebagai suatu penyakit dalam masyarakat atau penyakit sosial. Penyakit sosial tersebut dapat diartikan sebagai segala tingkah laku yang dianggap tidak sesuai, melanggar norma-norma umum, adat-istiadat, hukum formal, atau tidak bisa diintegrasikan dalam pola tingkah laku umum.

Pengertian Perilaku Menyimpang 

Berikut definisi dan pengertian perilaku menyimpang dari beberapa sumber buku dan referensi:

  • Menurut Syarbaini dan Fatkhuri (2016), perilaku menyimpang adalah semua tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam suatu sistem sosial seperti bolos sekolah, balap liar, narkoba dan semua kenakalan remaja yang menimbulkan usaha dari mereka yang berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku yang menyimpang. 
  • Menurut Kartono (2005), perilaku menyimpang adalah perilaku yang melewati batas norma, aturan, tata tertib, atau karakteristik di masyarakat atau kelompok tertentu. 
  • Menurut Walgito (2003), perilaku menyimpang adalah tindakan yang melanggar norma, nilai, dan aturan yang berlaku di masyarakat dan dapat merugikan dirinya sendiri maupun orang lain. 
  • Menurut Mudjiran, dkk (2007), perilaku menyimpang adalah perbuatan individu yang merugikan dirinya sendiri dan orang lain, serta melanggar aturan, nilai, dan standar norma agama, hukum, maupun adat. 
  • Menurut Prayitno (2006), perilaku menyimpang adalah setiap perilaku seseorang yang dianggap tidak sesuai dengan tingkat perkembangan dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat maupun kelompok tertentu.

Bentuk-bentuk Perilaku Menyimpang 

Menurut Hisyam (2018), berdasarkan pelakunya, bentuk perilaku menyimpang dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:

a. Penyimpangan Individual (Individual Deviation) 

Penyimpangan ini biasanya dilakukan oleh seseorang yang telah mengabaikan dan menolak norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat. Penyimpangan individual terjadi ketika terdapat individu melakukan perbuatan yang berlawanan dengan etika dan norma. Contohnya seorang pencuri yang melakukan pencurian seorang diri. Menurut kadar penyimpangannya, bentuk penyimpangan individual terdiri dari: 

  1. Pembandel, yaitu penyimpangan karena tidak patuh pada nasihat orang tua agar mengubah pendiriannya yang kurang baik.
  2. Pembangkang, yaitu penyimpangan karena tidak taat pada orang-orang. 
  3. Pelanggar, yaitu melanggar norma-norma umum yang berlaku. Misalnya orang yang melanggar rambu-rambu lalu lintas pada saat jalan raya. 
  4. Perusuh atau penjahat, yaitu penyimpangan karena mengabaikan norma-norma umum sehingga menimbulkan kerugian harta benda atau jiwa di lingkungannya. 
  5. Munafik, yaitu penyimpangan karena tidak menepati janji, berkata bohong, berkhianat, dan berlagak membela.

b. Penyimpangan kelompok (group deviation) 

Penyimpangan kelompok adalah penyimpangan yang dilakukan oleh sekelompok orang yang tunduk pada norma kelompok yang bertentangan dengan norma yang berlaku. Contohnya sekelompok orang menyeludupkan obat-obatan terlarang, atau melakukan tindakan separatis, dimana mereka memiliki aturan tersendiri yang harus dipatuhi oleh anggotanya.

c. Penyimpangan campuran (mixture of both deviation) 

Penyimpangan seperti itu dilakukan oleh suatu golongan sosial yang memiliki organisasi yang rapi, sehingga individu atau pun kelompok di dalamnya taat dan tunduk kepada norma golongan dan mengabaikan norma masyarakat yang berlaku. Misalnya remaja yang putus sekolah dan pengangguran yang frustasi dari kehidupan masyarakat, di bawah pimpinan seorang tokoh mereka mengelompok ke dalam organisasi rahasia yang menyimpang dari norma hukum.

Berdasarkan sifatnya, perilaku menyimpang dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu sebagai berikut:

a. Penyimpangan positif 

Penyimpangan positif merupakan tindakan yang menyimpang namun mempunyai dampak yang positif terhadap suatu sistem sosial yang ada dikarenakan penyimpangan ini mengandung unsur yang kreatif, inovatif serta memperkaya wawasan. Penyimpangan positif umumnya diterima oleh masyarakatnya karena dianggap sesuai dengan perubahan zaman. Contohnya adalah adanya emansipasi wanita dalam kehidupan masyarakat yang selanjutnya memunculkan wanita-wanita karier.

b. Penyimpangan negatif 

Penyimpangan negatif adalah penyimpangan yang berjalan ke arah nilai-nilai yang dianggap rendah serta selalu berakibat pada hal yang buruk misalnya perampokan, pemerkosaan dan pencurian. Bentuk dari penyimpangan negatif dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: 

  1. Penyimpangan primer. Penyimpangan ini memiliki sifat sementara serta biasanya tidak diulangi lagi serta pelaku dari perilaku menyimpang tersebut masih dapat diterima masyarakat. Misalnya seseorang yang belum membayar pajak. Kedua bersifat sekunder. 
  2. Penyimpangan sekunder. Perilaku ini adalah bentuk nyata dari penyimpangan sosial. penyimpangan ini biasa dilakukan secara berulang-ulang dan pelaku umumnya sudah tidak diterima lagi oleh masyarakat.

Adapun menurut Fatkhuri dan Syarbaini (2016), perilaku menyimpang dibagi menjadi dalam dua bentuk, yaitu:

a. Nonkompromi (penyimpangan prinsip) 

Penyimpangan non-kompromi adalah tindakan publik. Penyimpangan dalam bentuk non-kompromi terjadi ketika seseorang cenderung mengumumkan perbedaan pendapatnya ke tengah publik. Apa yang diutarakan seseorang tersebut termasuk bentuk penyimpangan sebab apa yang dilakukan bisa jadi bertentangan dengan adat istiadat, norma, serta aturan-aturan dalam masyarakat tersebut.

b. Penyimpangan dalam batas kelayakan 

Penyimpangan dalam batas kelayakan merupakan tindakan untuk privat. Jika penyimpangan dalam bentuk yang pertama seseorang cenderung memperlihatkannya ke publik, sebaliknya dalam penyimpangan dalam batas kelayakan, pelakunya mengakui keabsahan norma yang mereka langgar. Tetapi menganggap pelanggaran itu layak atau sebagai ungkapan keadaan pikiran mereka.

Menurut Syafaat, dkk (2008), membagi perilaku menyimpang dalam delapan jenis, yaitu sebagai berikut:

a. Penyimpangan moral 

Penyimpangan moral terjadi disebabkan oleh seseorang yang meninggalkan perilaku baik dan mulia, lalu menggantinya dengan perbuatan yang buruk, seperti bersikap tidak mau tau dengan lingkungan sekitarnya, cepat terbawa arus, tidak menjaga kehormatan diri, mengajak perempuan yang bukan mahram jalan-jalan, mengikuti gaya dan model barat, tawuran dan nongkrong di pinggir-pinggir jalan.

b. Penyimpangan berfikir 

Penyimpangan dalam berpikir dapat timbul, disebabkan oleh adanya kekosongan pikiran, kekeringan rohani, kedangkalan keyakinan. Dia selalu terbuai dengan khayalan dan hal-hal yang bersifat khurafat.

c. Penyimpangan agama 

Penyimpangan dalam bidang agama terlihat dari sikap ekstern seseorang dalam memahami ajaran agama, sehingga ia fanatik terhadap madzhab atau kelompoknya, memilih untuk tidak ber-Tuhan (atheis), skeptis terhadap keyakinannya sendiri dan agama yang dianutnya, memperjual belikan ajaran agama, dan arogan terhadap prinsip-prinsip yang dipegang atau ajaran-ajaran tokoh masyarakatnya.

d. Penyimpangan sosial dan hukum 

Penyimpangan dalam bidang sosial dan pelanggaran terhadap peratutan dapat dilihat dari sikap yang selalu melakukan kekerasan, seperti mengancam, merampas, membunuh, membajak atau ke candauan minuman keras, mengkonsumsi narkoba, dan penyimpangan seksual.

e. Penyimpangan mental 

Penyimpangan dalam masalah mental atau kejiwaan dapat dilihat dari sikap yang selalu merasa tersisih, kehilangan kepercayaan diri, memiliki kepribadian ganda, kehilangan harapan masa depan, merasa selalu sial dan cepat putus asa, gelisah, bimbang dan sering bingung, melakukan hal-hal yang sia-sia dan tidak ada manfaatnya, mengisolasi diri dari kehidupan masyarakat, melibatkan diri dalam huru hara musik, selalu bertindak ikut-ikutan tanpa tahu alasannya, hanya melihat orang dari penampilan luar saja, atau suka meniru orang lain.

f. Penyimpangan ekonomi 

Penyimpangan dalam hal ekonomi dapat berbentuk sikap congkak dan gengsi dengan kekayaan yang dimiliki, boros, berfoya-foya, bermegah-megahan, glamor dalam berpakaian, busana dan perhiasan, membuang waktu, bersikap materialis-tis, dan suka mengambur-hambur-kan harta.

Faktor Penyebab Perilaku Menyimpang 

Menurut Rahayu (2013), perilaku menyimpang dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain yaitu sebagai berikut: 

  1. Ketidaksanggupan menyerap norma-norma kebudayaan. Seseorang yang tidak sanggup menyerap norma-norma kebudayaan ke dalam kepribadiannya, ia tidak dapat membedakan hal yang pantas dan tidak sempurna, misalnya karena seseorang tumbuh dalam keluarga yang retak (broken home). Apabila kedua orang tuanya tidak bisa mendidik anaknya dengan sempurna maka anak itu tidak akan mengetahui hak dan kewajibannya sebagai anggota keluarga. 
  2. Proses belajar yang menyimpang. Seseorang yang melakukan tindakan menyimpang karena seringnya membaca atau melihat tayangan tentang perilaku menyimpang, hal itu merupakan bentuk perilaku menyimpang yang disebabkan karena proses belajar yang menyimpang. Misalnya, seorang anak yang melakukan tindakan kejahatan atau membaca artikel yang memuat tentang tindakan kejahatan. 
  3. Ketegangan antara kebudayaan dan struktur sosial. Terjadinya ketegangan antara kebudayaan dan struktur sosial dapat mengakibatkan perilaku yang menyimpang, hal itu terjadi jika dalam upaya mencapai suatu tujuan seseorang tidak memperoleh peluang, sehingga ia mengupayakan peluang itu sendiri, maka terjadilah perilaku menyimpang. Misalnya jika setiap penguasa terhadap rakyat makin menindas maka lama-kelamaan rakyat akan berani memberontak untuk ke-sewenang-wenangan tersebut. 
  4. Ikatan sosial yang berlainan. Setiap orang umumnya berhubungan dengan beberapa kelompok. Jika pergaulan itu mempunyai pola-pola perilaku yang menyimpang, maka kemungkinan ia juga akan mencontoh pola-pola perilaku menyimpang.
  5. Akibat proses sosialisasi nilai-nilai sub-kebudayaan yang menyimpang. Media massa sering menampilkan berita atau tayangan tentang tindak kejahatan (perilaku menyimpang) menyebabkan seseorang secara tidak sengaja menganggap bahwa perilaku menyimpang tersebut sesuatu yang wajar. Hal inilah yang dikatakan sebagai proses belajar dari sub-kebudayaan yang menyimpang, sehingga terjadi proses sosialisasi nilai-nilai sub-kebudayaan menyimpang pada diri seseorang dan seseorang itu menganggap perilaku menyimpang merupakan sesuatu yang wajar/biasa dan boleh dilakukan.

Dampak Perilaku Menyimpang 

Menurut Tjipto (2009), perilaku menyimpang memberikan dampak yang negatif baik pada diri sendiri, maupun kepada masyarakat dan kelompok. Adapun dampak perilaku menyimpang adalah sebagai berikut:

a. Dampak terhadap diri sendiri 

Setiap perilaku yang tidak sesuai dengan nilai dan norma sosial yang ada dalam masyarakat tentu akan dicap sebagai sesuatu yang menyimpang dan haruslah ditolak. Akibat ditolaknya perilaku tersebut akan memiliki dampak terhadap individu yang melakukan, antara lain yaitu: 

  1. Dikucilkan. Individu yang melakukan tindakan menyimpang seperti narkoba, dan tindakan kriminal/kejahatan biasanya akan dikucilkan oleh masyarakat, baik secara hukum melalui penjara, pengucilan melalui agama, ataupun melalui adat/budaya. Tujuan dari pengucilan tersebut adalah agar pelaku merasa jera dan menyadari kesalahan yang diperbuatnya. 
  2. Terganggu-nya perkembangan jiwa. Biasanya orang yang melakukan pelanggaran akan merasa tertekan akibat ditolak oleh masyarakatnya sehingga akan memiliki dampak terganggu-nya perkembangan jiwa/mentalnya. 
  3. Rasa bersalah. Secara fitrah, manusia adalah makhluk yang berakal dan berbudi sehingga mustahil bagi seorang pelaku penyimpangan sosial tidak pernah merasakan rasa bersalah atau menyesali tindakannya yang telah melanggar norma serta nilai-nilai masyarakat. Sehingga sekecil apapun itu, perasaan bersalah tentu pernah muncul dikarenakan tindakannya.

b. Dampak sosial bagi masyarakat dan kelompok 

Biasanya seseorang pelaku penyimpangan akan berusaha mencari teman untuk bergaul bersama dengan tujuan agar mendapatkan partner. Kemudian akan terbentuklah kelompok yang terdiri dari beberapa individu pelaku penyimpangan dan akhirnya dampak yang ditimbulkan tidak hanya terhadap individu melainkan masyarakat. Adapun dampak perilaku menyimpang bagi masyarakat dan kelompok antara lain yaitu: 

  1. Kriminalitas. Tindak kekerasan ataupun tindak kejahatan seseorang seringkali adalah hasil penularan dari orang lain sehingga akan muncul tindakan kejahatan yang berkelompok dalam masyarakat. Contohnya seorang tahanan yang berada dalam penjara akan mendapat teman sesama penjahat, sehingga ketika mereka keluar akan mulai membentuk komunitas penjahat yang akan memunculkan kriminalitas-kriminalitas baru dalam masyarakat. 
  2. Terganggunya kestabilan sosial. Dikarenakan masyarakat adalah struktur sosial serta penyimpangan sosial merupakan tindakan yang menyimpang dari struktur sosial, maka penyimpangan sosial tentu saja akan berpengaruh terhadap masyarakat dan mengganggu kestabilan sosialnya.
  3. Pudarnya nilai dan norma. Apabila individu yang menyimpang tidak mendapat hukuman atau sanksi yang tegas dan jelas, maka akan mengakibatkan munculnya sikap yang apatis dalam penerapan nilai dan norma sosial dalam masyarakat.

Upaya Penanganan Perilaku Menyimpang 

Menurut Tjipto (2009), upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk penanganan perilaku menyimpang di masyarakat antara lain yaitu sebagai berikut:

1. Penanaman nilai dan norma yang kuat 

Penanaman nilai dan norma pada diri seseorang individu melalui proses sosialisasi. Proses sosialisasi memiliki beberapa tujuan seperti pembentukan karakter, pengembangan keterampilan, pengendalian diri, dan pembiasaan peraturan. Dilihat dari tujuan sosialisasi tersebut jelas ada penanaman nilai dan norma. Ketika tujuan sosialisasi tersebut terpenuhi pada diri seorang individu dengan ideal, maka tindak pelanggaran norma tidak akan dilakukan oleh individu tersebut.

2. Pelaksanaan peraturan yang konsisten 

Setiap peraturan yang dibuat pada hakikatnya adalah usaha untuk mencegah adanya pelanggaran dan penyimpangan, namun ketika peraturan yang dibuat justru tidak konsisten maka hal tersebut malah akan dapat menimbulkan tindak penyimpangan.

3. Kepribadian kuat dan teguh 

Seseorang disebut memiliki kepribadian apabila orang tersebut siap memberi jawaban dan tanggapan positif atas suatu keadaan. Apabila seseorang memiliki kepribadian teguh, ia akan mempunyai sikap yang melatarbelakangi tindakannya. Dengan demikian ia akan memiliki pola pikir, pola perilaku dan pola interaksi yang sesuai dengan nilai dan norma sosial.

4. Sanksi yang tegas 

Sanksi diperlukan untuk menjamin tercapainya tujuan dan dipatuhi-nya norma-norma. Para pelaku penyimpangan sudah selayaknya mendapat sanksi tegas berupa hukuman sesuai dengan undang-undang yang berlaku demi pemulihan keadaan masyarakat untuk tertib kembali.

5. Penyuluhan 

Melalui penyuluhan, penataran dan diskusi dapat disampaikan kepada anggota masyarakat mengenai kesadaran terhadap pelaksanaan nilai dan norma yang berlaku. Kepada pelaku penyimpangan, kesadaran kembali untuk bertindak sesuai dengan nilai dan norma harus dilakukan melalui penyuluhan secara terus menerus dan berkesinambungan.

6. Rehabilitasi Sosial 

Rehabilitasi sosial bertujuan untuk mengembalikan peranan dan status pelaku penyimpangan kedalam masyarakat kembali seperti keadaan sebelum terjadinya penyimpangan. Dalam hal ini, panti-panti rehabilitasi sangatlah diperlukan.