Kematangan Emosi - Pengertian, Aspek dan Indikator

Daftar Isi

Kematangan emosi adalah kemampuan individu dalam mengontrol atau mengendalikan emosi-nya secara baik, dimana tidak cepat terganggu oleh rangsangan yang bersifat emosional, baik dari dalam dirinya sendiri maupun oleh orang lain. Seseorang yang memiliki kematangan emosi yang baik dapat menanggapi serta bertindak dengan tepat dan wajar sesuai dengan situasi dan kondisi. Kematangan emosi ditandai dengan kemampuan menerima keadaan, baik diri sendiri maupun orang lain, tidak impulsif, dapat mengontrol dan mengekspresikan emosi secara baik, bersikap sabar serta memiliki tanggung jawab yang baik.

Kematangan Emosi - Pengertian, Aspek dan Indikator

Kematangan emosi merupakan ekspresi emosi yang bersifat konstruktif dan interaktif. Individu yang telah mencapai kematangan emosi ditandai dengan kemampuan dalam mengontrol emosi, mampu berpikir realistis, memahami diri sendiri, dan mampu menampakkan emosi di saat dan tempat secara tepat. Individu yang matang emosi-nya memiliki kontrol diri yang baik, mampu mengekspresikan emosi-nya dengan tepat atau sesuai dengan keadaan yang dihadapinya, sehingga lebih mampu beradaptasi karena dapat menerima beragam orang dan situasi dan memberikan reaksi yang tepat sesuai tuntutan yang dihadapi.

Kematangan emosi juga diartikan sebagai suatu kondisi perkembangan emosi pada diri seseorang, dimana dirinya mampu mengarahkan dan mengendalikan emosi agar dapat diterima oleh diri sendiri maupun orang lain yang berada di sekitar kehidupannya. Kematangan emosi merupakan kemampuan individu untuk dapat bersikap toleran, merasa nyaman, dan mempunyai kontrol diri sendiri dan perasaan, jadi kematangan emosi dapat dikatakan baik apabila berperilaku sesuai dengan norma, aturan dan ketentuan yang berlaku di masyarakat.

Pengertian Kematangan Emosi 

Berikut definisi dan pengertian kematangan emosi dari beberapa sumber buku dan referensi:

  • Menurut Asih dan Pratiwi (2010), kematangan emosi adalah keadaan seseorang yang tidak cepat terganggu rangsangan yang bersifat emosional, baik dari dalam maupun dari luar dirinya, selain itu dengan kematangan emosi maka individu dapat bertindak dengan tepat dan wajar sesuai dengan situasi dan kondisi. 
  • Menurut Kapri dan Rani (2014), kematangan emosi adalah kondisi bagaimana individu bisa menanggapi suatu situasi, mengendalikan emosi dan berperilaku secara dewasa ketika berhadapan dengan orang lain. 
  • Menurut Hurlock (2015), kematangan emosi adalah individu menilai situasi secara kritis terlebih dahulu sebelum bereaksi secara emosional, tidak lagi bereaksi tanpa berpikir secara emosional, tidak lagi bereaksi tanpa berpikir sebelumnya seperti anak-anak atau orang yang tidak matang. 
  • Menurut Watson (2000), kematangan emosi adalah kemampuan seseorang dalam mengontrol dan mengendalikan emosi-nya secara baik, dalam hal ini seseorang yang emosinya sudah matang tidak cepat terpengaruh oleh rangsangan dan stimulus, yang datang dari diri dalam maupun dari luar atau lingkungan sekitar. 5
  • Menurut Murray (1997), kematangan emosi adalah suatu kondisi mencapai perkembangan pada diri individu dimana individu mampu mengarahkan dan mengendalikan emosi yang kuat agar dapat diterima oleh diri sendiri dan orang lain.

Aspek-aspek Kematangan Emosi 

Menurut Singh dan Sharma (2014), kematangan emosi memiliki beberapa aspek, yaitu sebagai berikut:

a. Kestabilan Emosi (Emotional Stability) 

Mengacu kepada karakteristik seseorang yang tidak memungkinkan untuk bereaksi berlebihan atau perubahan mood secara mendadak yang disebabkan situasi yang emosional. Individu yang memiliki kestabilan emosi dapat berperilaku sesuai situasi yang ada. Namun, individu yang tidak memiliki kestabilan emosi cenderung untuk berubah dengan cepat, tidak bisa diandalkan, cepat marah, keras kepala, kurangnya kapasitas untuk menyelesaikan suatu tugas sehingga mencari bantuan untuk menyelesaikan tugas atau permasalahan.

b. Perkembangan Emosi (Emotional Progression) 

Perkembangan emosi merupakan karakteristik yang mengacu kepada perasaan yang memadai dan memiliki emosi yang baik sehingga dapat berpikir positif terhadap lingkungan. Individu yang memiliki regresi emosi memiliki perasaan rendah diri, gelisah, bermusuhan, bertindak agresif dan egois.

c. Penyesuaian Sosial (Sosial Adjustment) 

Mengacu kepada proses interaksi antara kebutuhan seseorang dan tuntutan lingkungan sosial dalam situasi tertentu, sehingga individu dapat mempertahankan dan menyesuaikan hubungan yang diharapkan dengan lingkungannya. Sedangkan individu yang tidak mampu menyesuaikan dengan lingkungan sosialnya menunjukkan kurangnya kemampuan dalam beradaptasi, menunjukkan kebencian, menyombongkan diri, pembohong dan sering lalai.

d. Integrasi Kepribadian (Personal Integration) 

Integrasi kepribadian merupakan proses tegas menyatukan unsur-unsur perbedaan dari diri individu dan kecenderungan yang dinamis untuk menciptakan hubungan yang harmonis dan berkurangnya konflik batin. Kepribadian yang tidak berintegrasi menimbulkan pembentukan phobia, rasionalisasi, pesimisme, dan amoralitas.

e. Kebebasan (Independence) 

Kebebasan merupakan kapasitas kecenderungan individu untuk lebih mandiri atau membuat perlawanan terhadap kontrol orang lain dimana ia dapat mengambil keputusan dengan penilaian-nya sendiri berdasarkan fakta dengan memanfaatkan intelektual-nya dan potensi yang dimiliki. Individu yang tidak memiliki kebebasan menunjukkan ketergantungan dalam membuat keputusan atau sedang berada dalam keadaan yang sulit dan tidak dapat diandalkan.

Adapun menurut Susanto (2018), aspek-aspek atau karakteristik kematangan emosi adalah sebagai berikut:

a. Pemberian dan penerimaan cinta 

Individu yang matang secara emosi mampu mengekspresikan cintanya sebagaimana remaja dapat menerima cinta dari orang-orang yang mencintainya. Indikator-indikator pemberian dan penerimaan cinta meliputi mengembangkan sikap empati, mencintai diri, menghargai orang lain, dan menjalin persahabatan.

b. Pengendalian emosi 

Kematangan emosi menyiratkan adanya kontrol terhadap emosi dengan sepenuh hati, dan adanya kapasitas individu mengelola, mengevaluasi, dan mempertimbangkan emosi. Aspek pengendalian emosi terdiri atas beberapa indikator, yaitu; mengekspresikan perasaan, mengendalikan keinginan, mengelola perasaan diri, dan mengontrol diri.

c. Toleransi terhadap frustrasi 

Ketika hal yang diinginkan tidak berjalan sesuai keinginan, individu yang matang secara emosi mempertimbangkan untuk menggunakan cara atau pendekatan lain. Individu memiliki kemampuan dalam mengenai konflik, individu yang matang secara emosi menggunakan amarahnya sebagai sumber energi untuk meningkatkan usahanya dalam mencari solusi. Indikator-indikator dari aspek toleransi terhadap frustrasi mencakup: menerima kelemahan diri, meningkatkan integritas diri, merespons frustrasi secara positif, dan menerima kenyataan.

d. Kemampuan mengatasi ketegangan 

Pemahaman yang baik akan kehidupan menjadikan individu yang matang secara emosi yakin akan kemampuannya untuk memperoleh apa yang diinginkannya sehingga dapat mengatasi ketegangan. Aspek kemampuan mengatasi ketegangan meliputi empat indikator, yaitu; mengembangkan sikap optimis, keterbukaan diri, mentoleransi kecemasan, dan kemandirian diri.

Indikator Kematangan Emosi 

Menurut Kapri dan Rani (2014), individu dengan kematangan emosi yang baik dapat dilihat melalui beberapa ciri-ciri atau indikator, antara lain yaitu sebagai berikut: 

  1. Mudah mengalirkan cinta dan kasih sayang. Individu yang matang emosi-nya mampu menunjukkan rasa kasih sayang secara terbuka, mereka memiliki kemampuan untuk mempercayai orang lain serta percaya diri, dapat memberi cinta serta kasih sayang kepada orang yang disayanginya dan mereka juga tidak memiliki hambatan dalam kepribadian. 
  2. Mampu untuk menghadapi kenyataan. Individu yang matang emosi-nya melihat situasi dalam hidup seperti apa adanya dan tidak berfikir kebenaran menurut diri mereka sendiri. Mereka selalu bersemangat dalam menghadapi kenyataan hidup dan tidak takut untuk menghadapi situasi yang sulit. Sedangkan, orang yang belum matang emosi-nya berusaha menghindari kenyataan di dalam hidup dan takut akan kesulitan. 
  3. Mampu belajar dari pengalaman hidup. Individu yang matang emosi-nya merasa mudah untuk belajar dari pengalaman hidup mereka, mereka mampu untuk melihat situasi yang terjadi dalam segi positif dan menerima kenyataan hidup, sedangkan orang yang belum matang emosi-nya tidak pernah belajar dari kehidupan dan selalu menyesali situasi dalam kehidupannya. 
  4. Mampu berfikir positif mengenai diri pribadi. Individu yang matang emosi-nya memandang positif pengalaman hidup dan menikmati hidup. Ketika mereka menghadapi masalah mengenai diri pribadi, mereka berusaha untuk menerima dan berpikiran positif mengenai masalah kehidupannya. 
  5. Penuh harapan. Orang yang matang emosi-nya berharap dalam hidup dan selalu berharap yang terbaik, mereka melihat positif dalam segala hal dan tidak pesimis akan kemampuan diri mereka. Hal ini membuat mereka menjadi orang yang percaya diri dan selalu siap untuk menghadapi kehidupan dengan keyakinan diri yang kuat. 
  6. Ketertarikan untuk memberi. Individu yang matang emosi-nya akan mempertimbangkan kebutuhan orang lain dan memberikan dari sumber daya pribadinya meskipun ia sedang mengalami kekecewaan. Sumber daya yang diberikan dapat berbentuk uang, waktu atau usaha untuk meningkatkan kualitas hidup orang-orang yang dicintainya. 
  7. Kemampuan untuk belajar dari pengalaman. Kemampuan untuk menghadapi kenyataan dan berfikir positif terhadap pengalaman hidup berasal dari kemampuan untuk belajar dari pengalaman. Orang yang belum matang emosi-nya tidak mampu menghadapi kenyataan yang terjadi di dalam hidupnya. Tingkat kematangan individu dapat dilihat dari bagaimana menghadapi masalah atau menghindar dari masalah. 
  8. Kemampuan menangani permusuhan secara konstruktif. Individu yang tidak matang emosi-nya akan mencari seseorang untuk disalahkan atas suatu masalah yang sedang dihadapinya sedangkan individu yang matang emosi-nya mencari solusi akan masalah tersebut. Orang yang belum matang emosi-nya menggunakan kemarahannya untuk menyerang sehingga menjadikan perkelahian, sedangkan orang yang matang emosi-nya menggunakan kemarahannya sebagai sumber energi untuk mencari solusi bagi masalahnya. 
  9. Berfikir terbuka. Orang yang matang emosi-nya tidak mengkhawatirkan hal-hal yang negatif, mereka berpikiran cukup terbuka untuk mendengarkan pendapat orang lain, mereka percaya pada perkataan teman mereka sendiri dari pada perkataan orang lain yang belum jelas kepastian-nya.

Menurut Hurlock (2015), kematangan emosi seseorang dapat diperlihatkan melalui tingkah laku yang dimunculkan oleh individu tersebut. Individu yang matang emosi-nya akan memperlihatkan pola tingkah laku tertentu yang tentunya berbeda dengan tingkah laku individu yang tidak matang emosi-nya. Adapun indikator seseorang sudah matang emosi-nya ditandai dengan tiga ciri-ciri, yaitu sebagai berikut:

a. Kontrol emosi 

Individu tidak meledak-kan emosi-nya dihadapan orang lain dan mampu melihat kondisi dan situasi untuk mengungkapkan emosi-nya dengan cara-cara yang dapat diterima. Individu yang memiliki kematangan emosi mampu mengontrol ekspresi emosi yang tidak dapat diterima secara sosial atau membebaskan diri dari energi fisik dan mental yang tertahan dengan cara yang dapat diterima secara sosial.

b. Pemahaman diri 

Memiliki reaksi emosional yang lebih stabil, tidak berubah-ubah dari satu suasana hati ke suasana hati yang lain. Individu mampu memahami emosi diri sendiri, memahami hal yang sedang dirasakan, dan mengetahui penyebab dari emosi yang sedang dihadapi.

c. Penggunaan fungsi kritis mental 

Individu mampu menilai situasi secara kritis terlebih dahulu sebelum melakukan bertindak secara emosional, kemudian memutuskan bagaimana tindakan yang tepat untuk situasi tersebut, dan individu juga tidak lagi bertindak tanpa berfikir sebelumnya seperti anak-anak atau individu yang tidak matang.

Faktor yang Mempengaruhi Kematangan Emosi 

Menurut Astuti (2000), terdapat beberapa faktor yang dianggap dapat mempengaruhi kematangan emosi pada seorang individu, yaitu sebagai berikut: 

  1. Pola asuh orang tua. Keluarga merupakan lembaga pertama dan utama dalam kehidupan anak, tempat belajar dan menyatakan dirinya sebagai mahluk sosial, karena keluarga merupakan kelompok sosial yang pertama tempat anak dapat berinteraksi. Dari pengalaman berinteraksi dalam keluarga ini menentukan pula perilaku anak. 
  2. Pengalaman traumatis. Kejadian-kejadian traumatis masa lalu dapat mempengaruhi perkembangan emosional seseorang. Kejadian-kejadian traumatis dapat bersumber dari lingkungan keluarga ataupun lingkungan di luar keluarga. 
  3. Temperamen. Temperamen dapat didefinisikan sebagai suasana hati yang mencirikan kehidupan emosional seseorang. Pada tahap tertentu masing-masing individu memiliki kisaran emosional sendiri-sendiri, dimana temperamen merupakan bawaan sejak lahir, dan merupakan bagian dari genetik yang mempunyai kekuatan hebat dalam rentang kehidupan manusia. 
  4. Jenis kelamin. Perbedaan jenis kelamin memiliki pengaruh yang berkaitan dengan adanya perbedaan hormonal antara laki-laki dan perempuan, peran jenis maupun tuntutan sosial berpengaruh terhadap adanya perbedaan karakteristik emosional diantara keduanya. 
  5. Usia. Perkembangan kematangan emosional yang dimiliki seseorang sejalan dengan pertambahan usia, hal ini dikarenakan kematangan emosi dipengaruhi oleh tingkat pertumbuhan dan kematangan fisiologis seseorang.