Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Widget HTML #1

Kebijakan Hutang - Pengertian, Indikator dan Pengukuran

Kebijakan hutang adalah bagian dari kebijakan yang diambil oleh manajemen suatu perusahaan dalam menentukan seberapa besar kebutuhan dana perusahaan dibiayai oleh hutang, sehingga dapat digunakan untuk membiayai aktivitas operasi perusahaan. Hutang mempunyai pengaruh penting bagi perusahaan karena selain sebagai sumber pendanaan, hutang juga dapat digunakan untuk sumber dana maupun modal yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidup maupun kesempatan berkembang perusahaan.

Kebijakan Hutang - Pengertian, Indikator dan Pengukuran

Kebijakan hutang merupakan suatu keputusan yang dilakukan seorang manajemen dalam melakukan pendanaan bagi perusahaan dengan sumber modal yang dibiayai dari hutang untuk mencapai tujuan tertentu, seperti membiayai aktivitas operasional serta meningkatkan kinerja manajemen perusahaan. Kebijakan hutang merupakan keputusan yang sangat penting dalam perusahaan. Dimana kebijakan hutang merupakan salah satu bagian dari kebijakan pendanaan perusahaan. Kebijakan hutang adalah kebijakan yang diambil oleh pihak manajemen dalam rangka memperoleh sumber pembiayaan bagi perusahaan sehingga dapat digunakan untuk membiayai aktivitas operasional perusahaan.

Kebijakan hutang termasuk kebijakan pendanaan perusahaan yang bersumber dari eksternal. Sebagian perusahaan menganggap bahwa penggunaan hutang dirasa lebih aman daripada menerbitkan saham baru. Dengan demikian, semakin tinggi kebijakan hutang yang dilakukan, maka semakin tinggi nilai perusahaan. Selain itu, kebijakan hutang perusahaan juga berfungsi sebagai mekanisme monitoring terhadap tindakan manajer yang dilakukan dalam pengelolaan perusahaan. Kebijakan hutang dapat dipengaruhi oleh karakteristik khusus perusahaan yang mempengaruhi kurva penawaran hutang pada perusahaan atau permintaan atas hutang.

Pengertian Kebijakan Hutang 

Berikut definisi dan pengertian kebijakan hutang dari beberapa sumber buku dan referensi: 

  • Menurut Riyanto (2011), kebijakan hutang adalah salah satu bagian dari kebijakan pendanaan perusahaan dan diambil pihak manajemen dalam rangka memperoleh sumber daya pembiayaan bagi perusahaan sehingga dapat digunakan untuk membiayai aktivitas operasional perusahaan. 
  • Menurut Herawati (2010), kebijakan hutang adalah kebijakan yang menentukan seberapa besar kebutuhan dana perusahaan dibiayai oleh hutang, dapat disimpulkan bahwa kebijakan hutang merupakan kebijakan yang diambil oleh pihak manajemen untuk memperoleh sumber pendanaan dari pihak ketiga untuk membiayai operasional perusahaan. 
  • Menurut Brigham dan Houston (2011), kebijakan hutang adalah tindakan manajemen perusahaan terkait siapa yang akan mendanai perusahaan dengan menggunakan sumber modal yang berasal dari hutang. Perusahaan dengan penggunaan tingkat hutang yang lebih tinggi diperkirakan akan dapat meningkatkan harga saham perusahaan dikarenakan kebutuhan operasional perusahaan akan bertambah dan berkembang yang meningkatkan nilai perusahaan. 
  • Menurut Putri dan handayani (2009), kebijakan hutang adalah kebijakan yang diambil oleh pihak manajemen dalam rangka memperoleh sumber pembiayaan bagi perusahaan sehingga dapat digunakan untuk membiayai aktivitas operasi perusahaan.

Teori Kebijakan Hutang 

Menurut Sudana (2011), terdapat beberapa teori yang menjelaskan mengenai kebijakan hutang, antara lain yaitu sebagai berikut:

a. Trade of Theory 

Teori trade-off merupakan keputusan perusahaan dalam menggunakan hutang berdasarkan pada keseimbangan antara penghematan pajak dan biaya kesulitan keuangan. Teori pertukaran (trade-off theory) merupakan teori yang menyatakan bahwa perusahaan menukar manfaat pajak dari pendanaan dibandingkan saham biasa atau preferen. Secara tidak langsung, pemerintah membayar sebagian biaya hutang atau dengan kata lain hutang memberikan manfaat perlindungan pajak. Sebagai akibatnya, penggunaan hutang dalam jumlah yang besar akan mengurangi pajak dan menyebabkan semakin banyak laba operasi (EBIT) perusahaan yang mengalir kepada investor. Dalam dunia nyata, perusahaan memiliki sasaran rasio hutang yang meminta hutang kurang dari 100 persen, dan alasannya adalah untuk membendung dampak potensi kebangkrutan yang buruk.

b. Pecking Order Theory 

Pecking Order Theory menyatakan bahwa manajer lebih menyukai pendanaan internal daripada pendanaan eksternal. Jika perusahaan membutuhkan pendanaan dari luar, manajer cenderung memilih surat berharga yang paling aman, seperti hutang. Perusahaan dapat menumpuk kas untuk menghindari pendanaan dari luar perusahaan. Terdapat dua aturan dalam praktik pecking order theory, yaitu:

  1. Menggunakan pendanaan internal. Manajer tidak dapat menggunakan pengetahuan khusus tentang perusahaannya untuk menentukan jika hutang yang kurang berisiko mengalami mispriced (terjadi perbedaan harga saham dengan harga teoritis) karena harga hutang ditentukan semata-mata oleh suku bunga pasar. 
  2. Menerbitkan sekuritas yang risikonya kecil. Ditinjau dari sudut pandang investor, hutang perusahaan masih memiliki risiko yang relatif kecil dibandingkan dengan saham karena jika kesulitan keuangan perusahaan dapat dihindari, investor masih menerima pendapatan yang tetap.

c. Signaling Theory 

Signaling Theory menyatakan bahwa perusahaan yang mampu menghasilkan keuntungan cenderung meningkatkan hutang-nya karena tambahan bunga yang dibayarkan akan diimbangi dengan laba sebelum pajak. Signaling theory adalah suatu tindakan yang diambil oleh manajemen perusahaan yang memberikan petunjuk bagi investor tentang bagaimana manajemen memandang prospek perusahaan. Jadi, suatu perusahaan dengan prospek yang sangat menguntungkan untuk menghindari penjualan saham, dan sebagai gantinya menghimpun modal baru yang dibutuhkan dengan menggunakan hutang baru meskipun hal ini akan menjadi rasio hutang di atas tingkat sasaran. Jika, suatu perusahaan dengan prospek yang tidak menguntungkan akan melakukan pendanaan menggunakan saham dimana artinya membawa investor baru masuk untuk berbagi kerugian.

Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Hutang 

Menurut Atmaja (2008), terdapat beberapa hal yang dianggap penting dan mempengaruhi dalam proses kebijakan hutang, antara lain yaitu sebagai berikut:

  1. Struktur aktiva. Perusahaan yang memiliki aktiva yang dapat digunakan sebagai agunan hutang cenderung menggunakan hutang yang relatif lebih besar. Misalnya, perusahaan real estate cenderung menggunakan hutang yang lebih besar daripada perusahaan yang bergerak pada bidang riset teknologi. 
  2. Risiko bisnis. Perusahaan yang memiliki risiko bisnis tinggi cenderung kurang dapat menggunakan hutang yang besar (karena kreditor akan meminta biaya hutang yang tinggi). Tinggi rendahnya risiko bisnis ini dapat dilihat dari stabilitas harga dan unit penjualan, stabilitas biaya, tinggi rendahnya operating leverage, dll. 
  3. Tingkat pertumbuhan. Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi pada umumnya lebih tergantung pada modal dari luar perusahaan. Pada perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang rendah kebutuhan modal baru relatif kecil sehingga dapat dipenuhi dari laba ditahan. Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan tinggi cenderung menggunakan hutang yang lebih besar daripada perusahaan dengan pertumbuhan rendah. 
  4. Pajak. Biaya bunga adalah biaya yang dapat mengurangi pembayaran pajak, sedangkan pembayaran dividen tidak mengurangi pembayaran pajak oleh karena itu, semakin tinggi tingkat pajak perusahaan, semakin besar daya tarik penggunaan hutang. 
  5. Cadangan kapasitas peminjaman. Penggunaan hutang akan meningkatkan risiko, sehingga biaya modal akan meningkat. Perusahaan harus mempertimbangkan suatu tingkat penggunaan hutang yang masih memberikan kemungkinan menambah hutang dimasa mendatang dengan biaya yang relatif rendah.

Adapun menurut Hanafi (2008), beberapa faktor yang mempengaruhi kebijakan hutang adalah sebagai berikut: 

  1. NDT (Non Debt Tax Shield). Manfaat dari penggunaan hutang adalah bunga hutang yang dapat digunakan untuk mengurangi pajak perusahaan. Namun untuk mengurangi pajak, perusahaan dapat menggunakan cara lain seperti depresiasi dan dana pensiun. Dengan demikian, perusahaan dengan NDT tinggi tidak perlu menggunakan hutang yang tinggi. 
  2. Struktur aktiva. Besarnya aktiva tetap suatu perusahaan dapat menentukan besarnya penggunaan hutang. Perusahaan yang memiliki aktiva tetap dalam jumlah besar dapat menggunakan hutang dalam jumlah besar karena aktiva tersebut dapat digunakan sebagai jaminan pinjaman. 
  3. Profitabilitas. Perusahaan dengan tingkat pengembalian yang tinggi atas investasi-nya akan menggunakan hutang yang relatif kecil. Laba di-tahannya yang tinggi sudah memadai membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan. 
  4. Risiko bisnis. Perusahaan yang memiliki risiko bisnis yang tinggi akan menggunakan hutang yang lebih kecil untuk menghindari risiko kebangkrutan. 
  5. Struktur kepemilikan institusional. Perusahaan yang besar cenderung ter-diversifikasi sehingga menurunkan risiko kebangkrutan. Di samping itu, perusahaan yang besar lebih mudah dalam mendapatkan pendanaan eksternal. 
  6. Kondisi internal perusahaan. Kondisi internal perusahaan menentukan kebijakan penggunaan hutang dalam suatu perusahaan, terutama kondisi keuangan.

Pengukuran Kebijakan Hutang 

Terdapat beberapa indikator yang digunakan untuk mengukur kebijakan hutang, yaitu sebagai berikut:

a. Debt to Equity Ratio (DER) 

Debt to Equity Ratio (DER) adalah rasio yang membandingkan jumlah Hutang terhadap ekuitas. Rasio ini digunakan para investor untuk melihat seberapa besar hutang perusahaan jika dibandingkan ekuitas yang dimiliki oleh perusahaan atau para pemegang saham. Semakin tinggi angka DER maka diasumsikan perusahaan memiliki resiko yang semakin tinggi terhadap likuiditas perusahaannya. Para kreditor secara umum lebih menyukai rasio ini rendah, semakin rendah rasio ini, semakin tinggi tingkat pendanaan perusahaan yang disediakan oleh pemegang saham, dan semakin besar perlindungan bagi kreditor jika terjadi penyusutan nilai aktiva atau kerugian besar. Adapun rumus Debt to Equity Ratio (DER) adalah sebagai berikut:

Rumus Debt to Equity Ratio (DER)

b. Debt to Total Assets Ratio (DAR) 

Debt to Total Assets Ratio (DAR) digunakan untuk mengukur seberapa besar jumlah aktiva perusahaan dibiayai dengan total hutang. Semakin tinggi rasio ini berarti semakin besar jumlah modal pinjaman yang digunakan untuk investasi pada aktiva guna menghasilkan keuntungan bagi perusahaan. Rasio ini berfungsi dengan tujuan yang hampir sama dengan rasio debt to equity. Rasio ini menekankan pada peran penting perusahaan hutang bagi perusahaan dengan menunjukan aktiva perusahaaan yang didukung oleh pendanaan hutang. Adapun rumus Debt to Total Assets Ratio (DAR) adalah sebagai berikut:

Rumus Debt to Total Assets Ratio (DAR)
PERHATIAN
Jika ingin mengcopy-paste referensi dari KajianPustaka.com, mohon untuk menambahkan sumber rujukan di daftar pustaka dengan format berikut:
Riadi, Muchlisin. (). Kebijakan Hutang - Pengertian, Indikator dan Pengukuran. Diakses pada , dari https://www.kajianpustaka.com/2024/03/kebijakan-hutang.html