Toxic Relationship - Pengertian, Jenis, Bentuk dan Ciri

Daftar Isi

Toxic relationship adalah salah satu jenis hubungan pertemanan yang beracun, sehingga dapat merusak, berbahaya, dan bersifat satu arah. Pertemanan toxic dapat menimbulkan ketidaknyamanan, serta mempunyai lebih banyak sisi negatif, pesimisme, kebencian dan kecemburuan. Toxic relationship selalu membawa efek yang bersifat negatif bagi kehidupan, bisa membuat seseorang stress dan makan hati, mereka akan memberikan racun yang bisa merusak kebahagian serta kesehatan mental.

Toxic Relationship - Pengertian, Jenis, Bentuk dan Ciri

Toxic relationship adalah hubungan yang tidak saling mendukung satu sama lain. Dimana salah satu pihak berusaha memiliki kontrol yang lebih besar terhadap pihak lain. Setiap sebuah hubungan pastinya mengalami pasang surut, akan tetapi toxic relationship secara terus menerus menguras tenaga bagi orang yang menjalaninya sehingga akan mengakibatkan keburukan pada kesehatan mentalnya.

Toxic relationship merupakan hubungan yang tidak sehat yang tidak lagi menghubungkan dan menghadirkan ketidaknyamanan sehingga memunculkan adanya emosi negatif yang mengontrol setiap tindakan. Toxic relationship bersifat merusak karena hubungan tersebut berisi konflik, tidak saling mendukung, hilangnya rasa hormat hingga kekompakan. Hubungan yang tidak sehat memberikan dampak yang tidak baik bagi kesehatan yang mengalaminya, karena adanya tekanan dan rasa tidak bahagia dalam menjalani kehidupan yang sehat, produktif dan bahagia.

Pengertian Toxic Relationship 

Berikut definisi dan pengertian toxic relationship dari beberapa sumber buku dan referensi: 

  • Menurut Wismanto (2019), toxic relationship adalah hubungan yang tidak saling mendukung satu sama lain. Dimana salah satu pihak berusaha memiliki kontrol yang lebih besar terhadap pihak lain.
  • Menurut Degges dan Van (2015), toxic relationship adalah persahabatan yang merusak dan berbahaya, serta bersifat satu arah persahabatan semu tidak ada saling berbagi, tidak ada kebersamaaan, tidak ada kasih sayang hanya memikirkan diri sendiri, menguntungkan satu pihak dan selalu berusaha membuat segala hal berakhir buruk. 
  • Menurut Ducharme (2018), toxic relationship adalah hubungan merusak yang berisi konflik, tidak saling mendukung, hilangnya rasa hormat hingga kekompakan. Suatu hubungan dapat dikatakan beracun jika lebih banyak sisi negatifnya hingga menguras energi. 
  • Menurut Syafrianti dan Indrayuda (2020), toxic relationship adalah gangguan emosional yang diakibatkan oleh ketidaknyamanan diri sendiri terhadap lingkungan. Dalam hal ini mengacu kepada beberapa masalah diantaranya, masalah pribadi, masalah keluarga, ekonomi, sosial, percintaan, gejolak batin. 
  • Menurut Yager (2006), toxic relationship adalah satu jenis pertemanan yang dapat merusak dan juga berbahaya serta bersifat satu arah. Pertemanan toxic ini mereka memiliki sifat penghianat, tidak ingin saling berbagi, meghakimi, dan selalu merasa paling benar. 
  • Menurut Ibrahim (2021), toxic relationship adalah hubungan pertemanan yang beracun serta tidak sehat dan juga hanya menguntungkan dari suatu sisi saja, yang mempunyai negativisme dan pesimisme, kebencian yang tertanam kecemburuan.

Jenis-jenis Toxic Relationship 

Menurut Yager (2006), terdapat beberapa jenis toxic relationship, yaitu sebagai berikut:

  1. Clingy (Bergantung). Clingy merupakan seseorang yang sangat ter-obsesi dengan orang lain. Seorang clingy akan berusaha agar orang ter-dekatnya tidak akan pergi dari sisi mereka, serta yang diinginkan hanyalah selalu bersama setiap kali bertemu dan selalu ingin menghabiskan waktu bersama. 
  2. Egotistical (Egois). Egotistical merupakan seseorang yang melakukan sesuatu dengan cara yang tidak sesuai agar tercapai apa yang diharapkan. egotistical lebih memprioritaskan kebahagiaan diri mereka sendiri dibanding temannya, sebab itulah ketika ada yang tidak sesuai dengan kehendaknya maka mereka akan melakukan apapun agar harapannya tercapai dan tidak kehilangan kebahagiaan-nya. 
  3. Needy (Manja). Needy merupakan seseorang teman yang sangat membutuhkan perhatian. Mereka selalu menunjukkan perhatian dan kasih sayang pada orang ter-dekatnya sepanjang waktu. Seorang needy mudah bergantung karena menganggap orang ter-dekatnya menjadi satu-satunya teman yang dimiliki.

Adapun menurut Degges dan Van (2015), toxic relationship terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu: 

  1. The Self-Absorbed (Si-Egois). Si egois merupakan seseorang yang tidak peduli dan tidak ingin mendengarkan orang lain namun ingin dirinya selalu didengar. Hal ini muncul karena ingin menutupi ketidakmampuannya dalam menghadapi sebuah masalah. 
  2. The Cheat (Si Curang-Berbohong). Si curang merupakan seseorang yang gemar berbohong dan memungkinkan memiliki pola dalam berbohong. Berbohong merupakan sikap yang membahayakan secara tidak langsung dan harus ditangani dengan serius.
  3. The Blood-Sucker (Si Bergantung). Si bergantung merupakan seseorang yang sangat bergantung kepada temannya, dan berharap temannya selalu ada untuknya setiap waktu. Si penghisap darah memiliki kebutuhan berlebih untuk selalu ditolong dan dikasihani sampai pada tahap yang mengganggu kehidupan pribadi temannya. 
  4. The Interloper (Si Tukang Ikut Campur). Si tukang ikut campur merupakan seseorang yang tertarik dengan kehidupan, ide-ide serta karir temannya. Ketika temannya dalam masalah maka si tukang ikut campur merasa harus membantu agar masalahnya dapat terselesaikan dengan cepat. Namun cara membantunya ini terlalu berlebihan dan bertindak di luar batas.

Sedangkan menurut Desy (2021), beberapa tipe dari toxic relationship antara lain yaitu sebagai berikut: 

  1. The Drainer, istilah ini ialah teman yang tidak bisa menjadi pendengar terbaik dan juga tidak tertarik dengan apa yang dikatakan orang lain. 
  2. The Shamer, adalah sebutan bagi orang-orang yang suka melakukan shaming atau bullying, yaitu yang memberikan komentar secara negatif dengan mempermalukan, menghina, dan juga merendahkan orang lain.
  3. The User, merupakan seseorang yang cenderung manipulatif dengan memasang wajah manis dan baik hati di depanmu, selain itu juga the user dapat diartikan orang-orang yang hanya datang saat diperlukan saja dan menghilang ketika semua urusan telah selesai. 
  4. The Drama Queen, ialah orang yang suka mendramatisasi keadaan dikaitkan dengan kurangnya kedewasaan dalam diri, orang-orang ini biasanya orang-orang yang terlalu mengedepankan emosi. 
  5. The Rabe, tipe orang yang mengajak seseorang melakukan hal-hal buruk, seperti yang berkaitan dengan suatu hal yang tidak sehat, berbahaya, dan bertentangan pada norma-norma yang berlaku di masyarakat, mulai dari norma adat, kesusilaan, agama, hingga hukum.

Bentuk-bentuk Toxic Relationship 

Menurut Zaidan (2020), terdapat beberapa bentuk perilaku hubungan beracun yang perlu diketahui agar tidak terjebak dalam sebuah toxic relationship, antara lain yaitu sebagai berikut:

1. Meremehkan (Deprecator-Belittler) 

Jenis hubungan ini ditandai dengan seringnya sikap pelaku yang cenderung meremehkan. Setiap hal kecil pun tak luput dari olok-olokan jika dianggapnya aneh atau tidak sesuai dengan nilai dirinya. Sikapnya terus berulang sekalipun pasangannya sudah meminta untuk berhenti.

2. Tempramen (Bad Temper) 

Hubungan ini ditandai dengan adanya intimidasi secara sadar. Pelaku cenderung mudah marah bahkan kehilangan kendali. Orang yang mempunyai sikap tempramen biasanya tidak diketahui apa penyebab dari kemarahannya. Berada dalam hubungan ini akan berdampak pada kesehatan emosional dan fisik korban.

3. Menciptakan rasa bersalah (Guilt Inducer) 

Hubungan ini ditandai dengan rasa bersalah dan tekanan yang diberikan kepada salah satu pihak. Pelaku sengaja mengintimidasi serta mendoktrin isi kepala pasangan hingga merasa dirinya yang salah setiap kali beda argumen. Korban sering sekali tidak sadar karena merasa memang layak disalahkan.

4. Reaktif (Overreactor) 

Hubungan ditandai dengan salah satu pihak yang bersikap berlebihan. Pelaku akan melakukan berbagai cara untuk menjaga perasaan pasangan dan mempertahankan hubungan. Jenis ini adalah variasi dari deflector yang digambarkan pelaku tidak peduli saat pasangannya sedih atau kecewa pada kesalahan yang dibuatnya.

5. Bergantung penuh (Over-Dependent Partner) 

Pelaku akan bersikap sangat pasif dalam menjalani hubungan. Setiap keputusan kecil atau besar dalam hubungan diserahkan kepada pasangannya. Di sisi lain, pasangan juga harus bertanggung jawab atas pilihan keputusan tersebut.

6. Pengatur (Independent Toxic Controller) 

Pelaku lebih dominan dan mengatur segala sesuatu yang ada dalam hubungan bersama. Namun, pelaku jarang menepati komitmen yang telah diambilnya. Pasangan selalu dikontrol sehingga hampir tidak memiliki ruang atau pilihan dalam membuat komitmen atau rencana sendiri.

7. Pengambil Keuntungan (The User) 

Jika dilihat dari luar, hubungan ini akan terlihat baik serta menyenangkan. Namun, hubungan ini dilandaskan dari hubungan satu arah karena salah satu pasangan hanya berorientasi pada apa yang diinginkannya. Biasanya pelaku tidak pernah puas dan meminta lebih banyak hal lagi.

8. Paranoid (Possessive Toxic Controller) 

Pada awalnya, cemburu dianggap sebagai sesuatu yang wajar bahkan romantis. Namun, seiring berjalannya waktu, rasa cemburu akan berdampak pada pembatasan hubungan dengan orang lain seperti teman atau keluarga. Pasangan tidak mengizinkan berada jauh dari pelaku.

Ciri-ciri Toxic Relationship 

Menurut Riani (2021), tanda, ciri-ciri atau indikator dari toxic relationship adalah sebagai berikut:

a. Adanya perilaku posesif 

Perlakuan posesif ini berupaya untuk selalu mengetahui secara mendetail semua tindakan yang dilakukan oleh pasangan. Tidak hanya itu, tindakan posesif lebih mengarah kepada upaya untuk mengatur segala aktivitas yang dilakukan oleh pasangan sehingga mengakibatkan salah satu pihak merasa tidak diberikan kebebasan untuk melakukan kegiatan yang diinginkan.

b. Adanya tindakan kekerasan 

Tindakan kekerasan ini bisa berbentuk kekerasan verbal maupun non-verbal, tindakan tersebut tidak dibenarkan dalam suatu hubungan. Kekerasan verbal lebih berakibat buruk dibandingkan dengan kekerasan fisik. Efek yang ditimbulkan dari kekerasan verbal memang tidak nampak, akan tetapi mampu memberikan dampak psikologis yang sangat luar biasa membekas seperti rusaknya harga diri dan pengalaman traumatis yang berakibat pada masa depan individu.

c. Adanya dominasi satu pihak 

Dominasi bukan saja dalam bentuk fisik melainkan dalam komunikasi juga mengalami yang namanya komunikasi satu arah. Seharusnya hubungan yang sehat ditandai dengan adanya kesetaraan, dimana kedua pihak saling respek kepada pasangannya. Namun jika dalam hubungan terdapat dominasi dari satu pihak saja, maka hubungan tersebut cenderung kedalam hubungan yang tidak sehat.

d. Tidak memberikan kesempatan untuk berkembang 

Di dalam menjalankan suatu hubungan, seharusnya ada rasa saling mendukung dan memberikan kesempatan untuk mengembangkan diri ke arah yang lebih baik. Pemberian ruang untuk mengembangkan potensi diri sangat penting untuk kelangsungan suatu hubungan. Jika salah satu tidak memberikan kesempatan untuk berkembang maka hubungan tersebut sudah mengarah pada hubungan yang tidak sehat.

Menurut Aryana (2020), beberapa indikator hubungan beracun atau toxic relationship adalah sebagai berikut:

a. Boundary Invaders (Penjajah Batas) 

Orang yang selalu mendapatkan apa yang dia inginkan, mengambil alih keadaan atau bahkan suatu situasi, berusaha sedemikian dalam mencapai keinginan hingga batas kemampuannya, selalu menentang dan tidak pernah membalas kebaikan yang orang lain berikan bahkan melupakannya begitu saja.

b. Abusers (Pelaku Kekerasan) 

Karakter yang memiliki pelaku kekerasan tidak hanya berupa fisik namun juga secara emosional, mempermainkan perasaan korban melalui hinaan dan cacian, akan melakukan apapun demi keinginannya, termasuk yang berkaitan terhadap kekuatan, popularitas dan pastinya membujuk orang lain agar melakukan sesuatu yang diharapkan.

c. Manipulators (Perekayasa) 

Individu yang merekayasa suatu keadaan agar mendapatkan keuntungan bagi pribadinya yang berdampak buruk pada bagi orang lain apalagi melebih-lebihkan sesuatu hal yang berkaitan dengan kesukaannya termasuk kehidupan sehari-harinya yang tampak selalu senang atau selalu sedih setiap saat.

d. Bullies (Pengganggu) 

Sifat seperti ini yang senang menghina orang lain dengan tujuan untuk menaikkan dirinya didepan orang banyak, tampak agresif, selalu beranggapan bahwa kekejaman itu adalah sesuatu yang bagus, dan memiliki pandangan yang paling kuat adalah pemenang dan yang lainnya adalah pecundang.

Dampak Buruk Toxic Relationship 

Menurut Miller (2017), hubungan yang beracun atau toxic relationship memiliki dampak negatif bagi seseorang, antara lain yaitu sebagai berikut:

1. Menghancurkan harga diri dan kepercayaan diri 

Citra diri seseorang dipengaruhi oleh hubungan atau lingkaran sosialnya. Toxic relationship dapat menghancurkan hidup seseorang karena hubungan tersebut meracuni konsep diri dan mengikis kepercayaan diri. Lebih baik berada pada lingkungan yang mampu mendorong serta merangkul kepribadian seseorang sehingga memicu kepercayaan diri.

2. Menghabiskan energi 

Hubungan beracun digambarkan sebagai upaya agar perasaan orang lain bahagia. Pikiran selalu berubah-ubah sambil berusaha mengantisipasi orang lain merasa kesal atau kecewa. Namun, terkadang lupa untuk memikirkan diri sendiri.

3. Menghasilkan hal-hal negatif 

Hubungan yang beracun itu negatif. Pola pikir dan suasana hati dipengaruhi oleh kenegatifan dan ketidakbahagiaan.

4. Membentuk template untuk hubungan yang lain 

Meski telah mengetahui hubungan yang dijalani beracun, tidak menutup kemungkinan jika seseorang menjalani hubungan yang serupa dengan orang lain. Seseorang akan merasa asing saat menjalin hubungan yang sehat di lain hari. Umumnya, hubungan ini menimbulkan skeptisisme dan ketidakpercayaan ketika ada seseorang yang berlaku baik.

5. Meningkatkan tingkat stres yang berdampak negatif pada kesehatan seseorang 

Kesehatan merupakan bagian yang terpenting dalam kehidupan seseorang. Setiap orang tidak bisa mengontrol semua faktor kesehatannya seperti DNA atau riwayat keluarga. Namun, seseorang bisa mengizinkan siapa saja yang boleh masuk dalam hidupnya. Hubungan yang beracun bisa berdampak pada stres secara emosional, mental, hingga fisik.

Cara Mengatasi dan Mencegah Toxic Relationship 

Menurut Yager (2006), beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi, mencegah dan menghindari sebuah hubungan yang beracun atau toxic relationship antara lain yaitu sebagai berikut: 

  1. Kenali dan artikulasikan batasan diri. Pahami apa yang dianggap sebagai batasan pribadi yang wajar dan penting dalam persahabatan. Kemudian, komunikasikan dengan jelas kepada teman disekitar tentang apa yang diharapkan dari mereka. 
  2. Jaga konsistensi. Teguh dalam menjaga batasan kita dan jangan memberikan kesan bahwa batasan tersebut dapat dilanggar. Tetaplah konsisten dan tegas dalam menegakkan batasan pribadi sendiri. 
  3. Perkuat kepercayaan diri. Jaga kepercayaan diri dan kuatkan pemahaman bahwa kita berhak mendapatkan hubungan persahabatan yang sehat dan menghormati. Jangan biarkan penjajah batas merusak harga diri kita. 
  4. Hindari membiarkan penjajah batas mempengaruhi diri pribadi. Jangan biarkan penjajah batas mengendalikan pikiran atau emosi diri. Bekerja pada kepercayaan diri dan self-care.

Daftar Pustaka

  • Wismanto, Bagus. 2019. Kenali Toxic Relationship dan Antisipasinya. News Unika Soegijapranata, 9 April 2019.
  • Degges, W.S., & Van, T.J.P. 2015. Toxic Friendship Knowing The Rules And Dealing With The Friends Who Break Them.
  • Ducharme, J. 2018. Toxic relationships: Signs, help and what to do.
  • Syafrianti, Vuja dan Indrayuda. 2020. Toxic. Jurnal Sendratasik, Vol. 8, No. 3, Universitas Negeri Padang.
  • Yager, Jan. 2006. When Friendship Hurts Mengatasi Teman Berbahaya & Mengembangkan Persahabatan yang Menguntungkan. Tanggerang: Argo Media Pustaka.
  • Ibrahim, Tony. 2021. Book Of Toxic Relationship. Yogyakarta: Bright Publisher.
  • Riani. 2021. Stop Toxic Relationship. Gowa: Pustaka Taman Ilmu.
  • Desy, Wee. 2021. Tegas Membangun Batas. Yogyakarta: Laksana.
  • Aryana, Ilham. 2020. Perancang Informasi Mengenai Toxic People Melalui Feed Media Sosial Instagram. Bandung: Universitas Komputer Indonesia.